JAKARTA - Peletakan dan pemasangan alat sensor pendeteksi polutan yang dipasang oleh produsen air purifier di sekitar kawasan Jakarta harus sesuai dengan aturan dan standar nasional dan internasional. Pasalnya ketika tidak sesuai dengan aturan, mengakibatkan hasil pengukuran kualitas udara tidak akurat.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengungkapkan situs informasi kualitas udara dunia IQAir memiliki data yang tak akurat. Sebab, alat pemantau kualitas udara milik situs itu disebut ditempatkan di lokasi yang tidak sesuai dengan kajian.
“Alatnya ditempatkan tidak dengan sebuah kajian, tidak (sesuai) kriteria penempatan alat. Memang misalnya kita beli ya kita bebas tempatkan di mana, ngasal saja,” kata Asep, Senin (18/9/2023).
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio juga menilai demikian. Pasalnya pemasang sensor tersebut bergantung lokasinya.
“Untuk di ruang publik seperti taman kota, trotoar jalan protokol, serta persimpangan jalur padat itu ada aturannya. Pemasangan alat monitoring polusi udara itu seharusnya ditempatkan berapa meter di atas tanah,” kata Agus.
Agus menjelaskan, jika salah meletakkan sensor pendeteksi polusi, maka hasil pengukuran kualitas udara yang akan muncul juga salah.
“Pasti hasilnya kualitas udara buruk, karena alatnya diletakkan sejajar dengan sumber polusi,” ujarnya.
Diakui buruknya kualitas udara Jakarta memang berasal dari penggunaan moda transportasi dengan catatan polutan mencapai lebih dari 44%.
Data KLHK juga menyebutkan tidak kurang dari 44% polusi udara disumbang dari emisi kendaraan bermotor, disusul industri 31%, manufaktur 10%, perumahan 14% dan komersial 1%.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria juga menyoroti terkait dengan peletakan alat detektor polusi udara yang dipasang oleh IQAir, produsen air purifier dari Swiss.