"Proses transisi energi tersebut hendaknya memenuhi aspek adil dan terjangkau bagi semua pihak, termasuk bagi perekonomian nasional yang harus tetap terus bertumbuh untuk mencapai posisi sebagai negara maju. Untuk itu, komitmen dukungan pendanaan dari internasional dan swasta perlu segera direalisasikan," ungkap Sri.
BACA JUGA:
Dia juga menjelaskan bahwa dalam kancah global, khususnya forum G20 tahun lalu, Indonesia telah memperkenalkan Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform sebagai bentuk blended finance menuju transisi energi bersih di Indonesia. Selain itu, Indonesia sebagai ASEAN Chairman tahun 2023 ini juga telah mengeluarkan ASEAN Green Taxonomy versi 2, yang memasukkan penghentian awal Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai jenis investasi hijau.
"Saat ini, berbagai komitmen internasional termasuk dari Climate Investment Fund (CIF) sebesar USD500 juta, dan Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar USD20 miliar belum dapat direalisasikan sepenuhnya," sambung Sri.
Dia menutup diskusi dengan menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi model bagi keberhasilan proses transisi energi hijau secara global, dan diperlukan dukungan dari pemerintah, internasional, serta swasta.
Sebagai informasi, BGD tahun 2023 kali ini merupakan kegiatan pertama yang baru diselenggarakan dan menghadirkan Presiden, Menteri, Akademisi dan CEO perusahaan internasional, yang secara khusus membahas tentang isu energi dan perubahan iklim serta peluang pembiayaannya.
(Zuhirna Wulan Dilla)