JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal menyoroti pengalokasian anggaran di Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang terus meningkat setiap tahunnya. Pasalnya, besarnya porsi anggaran di Kemhan sendiri sulit tersentuh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurutnya alokasi anggaran perang atau alusista sendiri mempunyai kekhususan tersendiri dalam hal pengawasan penggunaan belanja negara.
"Sangking khususnya maka anggaran tersebut juga merupakan objek yang tidak terlalu ketat dalam objek pengawasannya, BPK dan lain-lain susah masuk ke sana," ujar Fitrah dalam acara iNews Sore, Kamis (4/1/2024).
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, anggaran Kemhan pada periode 2018 - 2020 sebesar Rp325 triliun, kemudian pada periode 2020 - 2024 naik menjadi Rp386 triliun yang bersumber dari pinjaman luar negeri.
Faisal menilai peningkatan anggaran alusista sekitar Rp61 triliun pada periode tersebut kurang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi sumber dana dari peningkatakan belanja alusista tersebut bersumber dari pinjaman luar negeri.
"Dalam kaidah umum, untuk penganggaran yang berdampak pada ekonomi, kita mengukur bagaimana anggaran itu bisa menaikan tenaga kerja, meningkatkan nilai tambah salam perekonomian, itu tidak ada dalam anggaran perang," sambungnya.
Lebih lanjut, peningkatakan belanja alusista tersebut belum cukup penting untuk Indonesia yang berada di kawasan Asean. Karena tidak terlalu terdampak dari konflik geopolitik seperti yang terjadi kawasan Timur Tengah, Eropa Timur dan konflik lainnya.
Justru, Indonesia sendiri terkena dampak ekonomi yang seharusnya menjadi fokus perhatian pemerintah. Konflik yang terjadi itu berimbas pada peningkatan inflasi, hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar yang melemah. Penguatan ekonomi masyarakat inilah, yang diharapkan oleh Faisal menjadi fokus utama pemerintah dalam hal mengalokasikan anggaran.
"Dalam konteks ekonomi nasional, dan saya rasa ini jadi baseline, apapun yang terjadi di Eropa Timur dan Timur Tengah dalam konteks prioritas, kita belum cukup urgent untuk pengadaan alat perang," tutup Faisal.
(Taufik Fajar)