JAKARTA – Pasangan Prabowo-Gibran unggul berdasarkan hitungan cepat atau quick count sejumlah lembaga survei. Dengan keunggulan ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menyoroti komposisi menteri ekonomi dalam kabinet di pemerintahan terbaru, pasca pemilihan presiden (pilpres) 2024.
Bhima melihat koalisi ‘Indonesia Maju’ atau sembilan partai politik (parpol) yang memberi dukungan politik pada Prabowo-Gibran cukup gemuk. Sehingga akan mempengaruhi komposisi kabinet ke depannya, terutama mereka yang mengisi pos menteri ekonomi.
Meski masih menjadi teka-teki, Bhima khawatir jika Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian, hingga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ditempati bukan dari kalangan profesional.
“Tentunya yang dihadapi oleh Prabowo ini adalah koalisi yang sangat gemuk. Ini siapa nih yang akan menempati pos-pos ekonomi atau pos-pos menteri di bidang ekonomi?” ujar Bhima saat dihubungi, Rabu (14/2/2024).
“Siapa yang akan menggantikan Sri Mulyani, menggantikan Luhut, dan menggantikan Menteri-Menteri profesional yang ada di lingkaran Jokowi saat ini, itu menjadi teka-teki besar,” paparnya.
Dia mengaku khawatir bila menteri ekonomi malah diduduki para politisi dan bukan mereka yang ahli di bidangnya. Jika ini terjadi, Bhima meyakini bisa menurunkan kredibilitas dan kepercayaan yang sudah dibangun para pembantu Jokowi saat ini.
“Karena kalau terlalu banyak politisi masuk di bidang ekonomi, saya pikir ini juga akan menurunkan kredibilitas, jadi yang paling penting adalah siapa yang akan menjadi pengganti dari menteri-menteri profesional itu,” ucapnya.
Menurutnya, orang yang ditempatkan sebagai menteri ekonomi sangat substansial. Lantaran erat kaitannya dengan kebijakan yang bersifat extraordinary bagi pertumbuhan makro ekonomi nasional.
Apalagi, Indonesia berupaya agar pertumbuhan ekonominya bisa naik menjadi 7% di masa mendatang. Di lain sisi, Bhima memandang belum ada gagasan besar dari Prabowo-Gibran untuk bisa mencapai pertumbuhan di level 7%, selain program hilirisasi sumber daya alam.
“Ke depan dengan target yang cukup ambisius untuk pertumbuhan ekonomi 7% misalnya, ya harus ada kebijakan yang extraordinary gitu, sejauh ini sih belum terdengar kebijakan untuk melakukan gebrakan ekonomi yang berkorelasi meningkatkan pertumbuhan 7%, selain yang diucapkan soal hilirisasi,” tutur Bhima.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)