Dengan demikian, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah, yang pertama adalah melakukan mitigasi dengan mengalihkan produk-produk yang diekspor ke Jepang, sebagian dialihkan ke pasar alternatif.
"Tentu ini membutuhkan intelligence pasar untuk membaca peluang dan fasilitasi pertemuan dengan calon buyer atau pembeli yang potensial di negara alternatif, disinilah peran dari atase perdagangan, peran kedutaan besar menjadi penting," ujarnya.
Kemudian yang kedua, lanjut Bhima, tentunya pemerintah harus terus melakukan monitoring terutama KSSK melakukan stress test atau uji ketahanan terhadap berbagai indikator makro ekonomi dan stabilitas di sektor keuangan. Hal itu karena memang ada dampak pastinya dari sisi risiko ekonomi Jepang terhadap kawasan global dan juga terhadap domestik Indonesia terutama jalur perdagangan.
Disisi lain juga pemerintah harus memberikan insentif yang lebih besar lagi kepada para pelaku usaha yang bekerja sama dengan investasi Jepang.
"Terutama di sektor padat karya agar ini menjadi momentum untuk relokasi industri dari Jepang ke Indonesia terutama di sektor elektronik mungkin di pengembangan mobil hybrid dan mobil listrik, industri baterai dan perangkat elektronik serta sektor IT," pungkas Bhima.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)