Kemudian, BYD akan membangun pabrik lokal di Indonesia. Eagle tak merinci berapa investasi yang disiapkan BYD untuk pabrik tersebut, namun lokasinya ada di Pulau Jawa.
"Ini berkaitan dengan supply chain lokal dan bahkan mungkin bisa menggandeng atau bisa ciptakan rantai pasok lokal baru. Dan memang sudah jadi karakter BYD melakukannya secara bertahap satu demi satu. Kami juga harus memenuhi seluruh regulasi yang harus kami ikuti," ujarnya.
Eagle tak mau berlebihan untuk target BYD di Indonesia. Pasalnya, dari pengalaman BYD di banyak negara, pengembangan kendaraan listrik tentu membutuhkan waktu.
Misalnya di China, penetrasi kendaraan listrik BYD di 2010 mencapai 0%. Baru meningkat 1% setelah berjalan sekitar 7 tahun.
Begitu juga selama pandemi 2020, penetrasi kendaraan listrik hanya 5% dan baru meningkat hingga 37% di 2023 atau sekitar 3 tahun.
"Kami berharap tren yang sama dan peneterasi yang sama akan terjadi di Indonesia. Oleh karena itu kami membutuhkan kepercayaan supaya diterima masyarakat Indonesia," ujarnya.
Saat ini peneterasi kendaraan listrik BYD di Thailand masih menduduki peringkat keempat dari keseluruhan mobil listrik di negara tersebut. Di Singapura peringkat ketiga, kedua di China Hong Kong dan pertama di Nepal.
"Kami harap di akhir 2024 kami akan dapatkan capaian yang sama di Indonesia," ujar Eagle.
(Taufik Fajar)