JAKARTA - Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) akan naik menjadi 12% pada 2025. Jika kebijakan PPN 12% diberlakukan, maka Indonesia akan menyamai Filipina sebagai negara dengan PPN tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
"Artinya kalau (PPN) kita jadi di 12%, akan jadi yang tertinggi. Apalagi kalau menggunakan skema single tarif ya, ini yang tentu akan memberatkan konsumen yang 95% pendapatannya digunakan untuk membeli kebutuhan pokok," kata Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus di Jakarta, Rabu 20 Maret 2024.
Saat ini, negara Asia Tenggara yang mempunyai PPN tertinggi yakni Filipina sebesar 12%. Sedangkan negara lainnya seperti Kamboja sebesar 10%, Laos 10%, Vietnam dengan skema two tier system sebesar 10% dan 5%.
Kemudian Malaysia yang menggunakan sistem pajak barang dan jasa (good and service tax/GST) sebesar 6%.
Ahmad menjelaskan, kenaikan PPN dengan menggunakan single tarif dapat menyebabkan semakin menurunnya daya saing industri, karena biaya produksi yang meningkat. Oleh karena itu, dia menilai perlu adanya pertimbangan untuk menggunakan skema multi tarif.
Selain itu, secara makro, kenaikan PPN akan menyebabkan penurunan daya beli di tengah inflasi pangan yang relatif lebih tinggi. Semakin melemahnya daya beli masyarakat, maka akan berdampak pula pada penurunan penjualan dan utilisasi industri.
Selanjutnya dampak lain yang ditimbulkan dari adanya kenaikan PPN, yakni penerimaan pajak penghasilan (PPh) yang terancam menurun.
Seiring dengan kenaikan PPN, terjadi peningkatan biaya di saat permintaan melambat, maka dikhawatirkan akan terjadi penyesuaian dalam input produksi termasuk penyesuaian penggunaan tenaga kerja.
Tujuan dari naiknya PPN 12% sendiri sebenarnya agar semakin mengoptimalkan pendapatan negara, namun menurut dia, pemerintah perlu melakukan kalkulasi dengan matang. Efek jangka panjang dan pendeknya juga perlu dipertimbangkan.
"Saya sepakat bagaimana pemerintah mengoptimalkan penerimaan negara, tapi juga harus mengedepankan prinsip keberlanjutan, keadilan dan juga bagaimana memerhatikan masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah," ujarnya.