JAKARTA - Banyaknya kasus di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) yang viral menjadi sorotan masyarakat. Beberapa diantaranya viral menjadi puncak gunung es atas kusutnya tata kelola instansi di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu.
Belakangan ini, kinerja Bea Cukai menjadi sorotan masyarakat luas, terutama aturan terkait barang bawaan dari luar negeri hingga kasus pengenaan bea masuk yang tak wajar.
Beberapa kasus Bea Cukai yang viral di media massa dan media sosial adalah piala lomba WNI dari Jepang kena bea masuk, bongkar paket mainan Megatron Medy Renaldy, hingga Kepala Bea Cukai Purwakarta yang dilaporkan ke KPK.
Lantas, pemerintah lambat memperbaiki Bea Cukai? Sehingga akhir-akhir ini banyak masalah yang mencuat dan membuat geram publik.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan, kinerja Bea Cukai kerap jadi sorotan lantaran reformasi birokrasi di internal belum berjalan baik. Padahal remunerasi pegawai di instansi ini salah satu yang paling besar dibanding kementerian dan lembaga (K/L) lainnya.
Kendati, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun gunung untuk menyelesaikan persoalan yang menghantui Ditjen Bea Cukai, Bhima memandang Kelapa Negara dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati lamban berbenah. Menurutnya, rentetan masalah seyogyanya sudah diselesaikan sejak lama.
“Presiden sangat terlambat mengurus masalah serius di internal Bea Cukai. Ini sudah puncak gunung es ya, langkah Presiden penting, tapi harusnya reformasi di internal Bea Cukai bisa diselesaikan Sri Mulyani sejak lama,” ujar Bhima, Sabtu (18/5/2024).
Bhima mencatat, masalah utama Bea Cukai ada pada tiga hal. Pertama, koordinasi dengan pihak terkait, pernyataan ini didasarkan pada kasus selisih harga barang impor yang dilaporkan penjual dan pembeli dengan koreksi Bea Cukai.