Pada kesempatan tersebut, Heru menjelaskan kepesertaan Tapera yang diperluas untuk para pekerja di sektor swasta ini bersifat wajib, baik untuk para pekerja yang belum memiliki rumah, maupun yang belum memiliki rumah.
Bagi para pekerja swasta yang sudah memiliki rumah, akan tetap membayar iuran Tapera yang akan dikonversi menjadi tabungan dan bisa dicairkan ketika sudah berhenti bekerja. Sebab tujuannya, para peserta yang sudah memiliki hunian dan tetap membayarkan iuran, akan memberikan subsidi terhadap para peserta tapera yang belum memiliki rumah.
"Ini kan konsepnya bukan iuran, tapi tabungan, yang sudah punya rumah, dari hasil pengumpulan tabungannya sebagian digunakan untuk subsidi biaya KPR bagi yang belum punya rumah," sambungnya.
Heru menjelaskan, dengan adanya subsidi dari para peserta Tapera yang sudah memiliki rumah ini, akan mampu menjaga tingkat suku bunga flat di angka 5% untuk para peserta yang tengah menjalankan KPR melalui Tapera.
Sehingga menurutnya, konsep semacam ini merupakan asas gotong royong dalam rangka mempercepat pengentasan backlog perumahan yang angkanya masih berada sekitar 9.95 juta masyarakat yang belum memiliki rumah.
"Jadi kenapa harus ikut nabung ya tadi prinsip gotong royong di undang-undangnya itu, pemerintah, masyarakat yang punya rumah bantu yang belum punya rumah semua membaur," tutup Heru.
Sekedar informasi tambahan, mengutip laman resmi Kementerian Keuangan, Obligasi Negara atau surat berharga negara (SBN) merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan oleh pemerintah suatu negara sebagai salah satu cara untuk membiayai kebijakan dan programnya.
Beberapa tujuan dari pembiayaan lewat obligasi ini seperti membiayai APBN termasuk membiayai pembangunan proyek, menutup kekurangan kas jangka pendek, dan mengelola portofolio utang negara. Dasar hukum atas ketentuan tersebut juga tercatat dalam UU 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara).
(Taufik Fajar)