JAKARTA - PT Barata Indonesia (Persero) terbebani utang masa lalu, meski sudah merampungkan restrukturisasi melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Danareksa melalui PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) sudah membawa Barata Indonesia ke PKPU, namun pasca proses hukum tersebut perusahaan tidak mengalami turnaround alias masih terperangkap di dalam kondisi berat dan susah ke luar dari kesulitan keuangan, lantaran kewajiban masa lalu.
“Jadi Barata itu kami kerjakan PKPU selesai. Cuman setelah PKPU sampai sekarang perusahaannya nggak bisa turnaround-turnaround," ujar Direktur Utama PT Danareksa (Persero), Yadi Jaya Ruchandi, saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Panja Komisi VI DPR RI, Senin (24/6/2024).
Menurutnya, beban utang membuat bisnis BUMN di sektor manufaktur ini sulit bangkit dan bergeliat, kendati sudah ada pergantian manajemen.
"Setelah PKPU banyak saja lagi tambahan utang yang lalu. Ini bukan yang baru tapi yang lalu. Bahkan sampai kita lakukan penggantian manajemen di sana. Kita ubah Barata itu akan jadi minimum operation," paparnya.
Di lain sisi, Yadi membeberkan baru empat BUMN yang berpeluang ‘sehat’. Jumlah perseroan ‘sakit-sakitan’ yang direstrukturisasi PPA ada 14 dan satu anak usaha.
Penyehatan 15 perusahaan ini berdasarkan surat kuasa khusus (SKK) dari Menteri BUMN Erick Thohir yang diterbitkan sejak 30 September 2020 lalu. Saat itu, ada 21 perseroan negara dan satu anak usaha yang dititip kelola kepada PPA.