JAKARTA - Ini sosok pahlawan di uang pertama terbitan Bank Indonesia menarik untuk diulas. Ketika berbicara tentang uang kertas pertama yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, kita tak hanya membahas nilai nominal atau desainnya, tetapi juga sosok pahlawan yang terpampang di dalamnya. Uang kertas ini tidak hanya menjadi alat transaksi, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan Indonesia.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya," begitulah kata-kata bijak yang diucapkan Bung Karno pada peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 1961. Secara historis, Hari Pahlawan, yang diperingati setiap tahun, dimulai dengan pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945 antara pejuang Indonesia dan tentara Sekutu dan Belanda.
Menurut Ricklefs dalam A History of Modern Indonesia, pertempuran Surabaya adalah perang paling brutal yang terjadi selama revolusi. Pihak Sekutu sendiri menggambarkan pertempuran itu seperti neraka yang menakutkan.
Hari Pahlawan adalah pengingat bahwa negara dan bangsa ini muncul dan bertahan berkat pengorbanan ribuan atau jutaan pahlawan yang namanya tidak dapat diungkapkan semuanya. Jasa mereka selalu mendorong nasionalisme dan patriotisme generasi berikutnya. Namanya tidak hanya ada di buku sejarah, tetapi juga ada di uang rupiah.
Rupiah tidak hanya berfungsi sebagai alat pembayaran, tetapi juga memiliki arti dan kisah bangsa. Gambar-gambar yang menampilkan sosok pahlawan, kebudayaan, flora, dan fauna tidak hanya merupakan karya seni rupa yang luar biasa dan estetis, tetapi juga mewakili berbagai simbol dan identitas nasional. Itu juga yang telah terlihat pada sejumlah uang yang dikeluarkan Bank Indonesia.
Pahlawan di Uang Pertama Bank Indonesia: Kenali Sosok Inspiratif Ini
Pahlawan tersebut adalah RAKartini dan Pangeran Diponegoro. Siapa yang tak kenal dengan Kartini. Pahlawan perempuan yang lahir pada 21 April 1879 dan dikenal sebagai tokoh emansipasi perempuan di Indonesia.
Pada masanya, Kartini muncul dengan semangat baru yaitu semangat kebebasan, kesetaraan, modernisasi, dan anti-feodalisme. Pikiran-pikirannya yang ia tuliskan lewat surat-surat, mencoba untuk mengimajinasikan dan mendefinisikan apa yang kemudian menjadi Indonesia.
Lalu, kumpulan surat Kartini diterbitkan di Belanda sebagai buku dengan judul “Door Duisternis Tot Licht”. Kemudian, surat-suratnya diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu sebagai Habis Gelap Terbitlah Terang.