“Kedua isu yang paling hot yang kemudian meningkat adalah terkait dengan rencana Badan Penerimaan Negara, jadi coba yang akan kutip beberapa terkait dengan rencana tersebut,” paparnya.
Dhenny menjelaskan, fiskal di 2025 memiliki tantangan yang tak mudah. Apalagi di masa kepemimpinan Prabowo-Gibran akan banyak pengeluaran untuk beberapa sektor strategis seperti belanja mandatory, pendidikan, alutsista, pangan, energi, hingga sejumlah program yang bakal menguras isi kantong negara.
Karena itu, ruang fiskal dengan target pendapatan negara sebesar Rp 2.996,9 triliun dipandang tidak cukup luas.
“Bahwasanya memang di satu sisi fiskal itu memiliki tantangan yang sebenarnya tidak mudah, kalau kita bisa lihat ruang fiskal kita tidak cukup luas begitu ya, kemudian belum lagi belanja mandatory, pendidikan, dan lain-lain sebagaianya, kemudian alokasi untuk alutsista juga masuk di situ,” beber dia.
Kemudian berikutnya adalah belanja-belanja rutin ya seperti belanja pegawai, kemudian berikutnya belum lagi belanja utang ya, belanja untuk membayar hutang sehingga sebenarnya tidak cukup lebar ya ruang fiskal kita untuk mengotak-atik program,” jelasnya.
Atas tantangan, lanjut Dhenny, pemerintah perlu menempuh beberapa pilihan, seperti meningkatkan penerimaan negara, menekan belanja yang tidak perlu.
“Pertama adalah tentu meningkatkan penerimaan negara dan di satu sisi ketika penerimaan negara tidak cukup tinggi, tidak mesti baik, itu maka resikonya adalah belanja pasti akan ditekan,” ucap diam
“Persoalannya kebutuhan belanja kita itu tidak sederhana ya, secara umum saya capture ada tiga ya tantangan utama dari sisi fiskal untuk membiayai belanja tadi, pertama bagaimana desakan-desakan belanja harus berkualitas ya, ada soal isu-isu terkait dengan agenda pembangunan, apakah kesejahteraan sosial, perlindungan sosial, dan agenda lain ya,” tutur Dhenny.
(Taufik Fajar)