Diketahui, Ditjen Bea dan Cukai mencatat tingkat peredaran rokok ilegal tahun 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86%. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.
Menurut Imanina, penyebab meningkatnya rokok ilegal dikarenakan kenaikan harga rokok yang telah cukup tinggi disertai dengan kenaikan tarif CHT yang terus meningkat setiap tahunnya.
Hal ini mendorong perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok yang terjadi. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 70% perokok di Indonesia berasal dari keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah.
"Sebagian perokok di Indonesia berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah," kata Imanina.
Merujuk hasil kajian sementara PPKE FEB UB (2024), bahwa rokok ilegal tahun 2023 kontributor terbesarnya dari rokok ilegal jenis polosan dan salah peruntukan (saltuk). Tingginya rokok ilegal jenis polosan mengindikasikan bahwa kenaikan harga rokok yang sudah sangat tinggi.
Imanina menambahkan, rokok ilegal terutama yang polosan, seringkali dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan rokok legal.
"Hal tersebut menarik bagi konsumen dari berbagai lapisan, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, yang mencari alternatif lebih murah tanpa menyadari atau mengabaikan risiko kesehatan," imbuh Imanina.
(Feby Novalius)