Menanggapi itu, Sri Mulyani menjelaskan rupiah memang mengalami penguatan dalam dua minggu terakhir setelah menerima tekanan yang cukup berat pada tiga bulan sebelumnya.
Kondisi ini menunjukkan adanya faktor global yang mempengaruhi nilai tukar mata uang, terutama dari sisi negara maju.
“Kondisi AS dengan defisit APBN mereka yang sangat besar akan mendorong penerbitan surat berharga yang cukup besar, dan ini berpotensi menahan imbal hasil (yield) US Treasury yang akan berimbas kepada banyak surat berhaga negara berkembang, termasuk Indonesia,” jelas dia.
Suku bunga AS atau Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan akan dipangkas tiga kali pada tahun ini dengan total penurunan 100 basis poin (bps), lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya sebesar 75 bps.
Dengan proyeksi itu, Sri Mulyani optimistis surat berharga Indonesia memiliki daya tarik yang lebih baik dari negara berkembang lainnya.
Untuk diketahui, target suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun dalam RAPBN 2025 ditetapkan sebesar 7,1 persen.
(Taufik Fajar)