JAKARTA - 9,48 juta warga kelas menengah Indonesia turun kelas dalam lima tahun terakhir. Penurunan ini menjadi sorotan karena dapat meningkatkan jumlah kemiskinan di Indonesia.
Apalagi kelompok calon kelas menengah adalah kelompok sosial ekonomi terbesar di Indonesia. Pada periode 2019-2024, jumlahnya bertambah 8,65 juta hingga menyentuh 137,5 juta orang, atau setara 49,2% dari total populasi.
Kelompok terbesar kedua adalah kelompok rentan miskin. Pengeluaran sebesar Rp582.932 hingga Rp874.398 per bulan.
Selama lima tahun terakhir, jumlah warga rentan miskin bertambah 12,72 juta orang. Per 2024, angkanya mencapai 67,69 juta, atau 24,23% dari total populasi.
Di saat jumlah warga calon kelas menengah dan rentan miskin terus bertambah, penduduk kelas menengah justru kian menyusut.
Sepanjang 2019-2024, warga kelas menengah berkurang 9,48 juta orang menjadi hanya 47,85 juta. Kini, proporsinya hanya 17,13% dari total populasi, turun dari 21,45% pada lima tahun silam.
Semua itu menunjukkan betapa rentannya kelas menengah dan calon kelas menengah Indonesia untuk turun kelas. Demikian dikutip dari BBC Indonesia.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, banyak faktor yang membuat kelas menengah turun kelas. Bukan hanya pandemi Covid, tapi berkaitan juga dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang justru menakut-nakuti kelas menengah.
Mayoritas wacana kebijakan itu, katanya, berkaitan dengan harga-harga yang sebenarnya bisa dikontrol oleh pemerintah.
“Banyak sekali isu-isu yang akan menghantam daya beli kelas menengah. Kelas menengah ini kan rasional, kalau sudah tahu tahun depan tidak akan lebih baik dari tahun ini, mereka akan mengirit dan berhemat,” kata Eko.
Tarif pajak pertambahan nilai (PPN), misalnya, akan naik menjadi 12% pada 1 Januari 2025 sebagai tindak lanjut terbitnya Undang-Undang No. 7/2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan.
Pada Juni 2024, muncul pula peraturan pemerintah yang mewajibkan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Besar potongan yang akan ditanggung pekerja adalah 2,5% dan rencananya akan berlaku pada 2027.