Oleh karena itu, pada tahun 2019 lahirlah keputusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 untuk memperkuat aturan hukum penarikan kendaraan bermotor. Dalam peraturan tersebut dijelaskan jika wanprestasi tidak boleh ditetapkan secara sepihak dan jaminan fidusia tidak boleh dieksekusi langsung meski sudah memiliki sertifikat jaminan.
Untuk bisa melakukan penarikan jaminan, pihak leasing perlu menyepakati telebih dahulu dengan nasabah bahwa telah ada cedera pada perjanjian yang menyangkut kendaraan tersebut. Jika tercapai kesepakatan, maka leasing dapat langsung menarik kendaran yang menjadi jaminan.
Namun apabila tidak mencapai kesepakatan, maka pelaksanaan eksekusi penarikan harus melalui putusan pengadilan terlebih dahulu.
Adapun dalam peraturan tersebut juga dijelaskan apabila pihak leasing diizinkan melakukan penarikan apabila menunjukan sertifikat jaminan fidusia, adanya surat kuasa (apabila dilakukan debt collector pihak ketiga), adanya kartu sertifikat profesi (apabila dilakukan debt collector pihak ketiga), dan juga tanda pengenal.
Penarikan kendaraan pun harus melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama, leasing perlu memberikan peringatan atau pengumuman jatuh tempo terlebih dahulu. Setelah diberi peringatan, maka leasing perlu melakukan penagihan untuk bisa melunasi pinjaman.
Jika nasabah belum juga melakukan pembayaran, maka leasing bisa melakukan penarikan sesuai dengan prosedur yang diatur. Setelah penarikan, pihak leasing dapat memberikan masa tenggang sekitar 2 minggu agar kendaraan bisa ditebus.
Apabila sudah lewat jangka waktu, maka kendaraan nasabah akan menjadi hak milik leasing untuk bisa dijual kembali dengan sistem lelang.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)