4. Risiko dan Denda Keterlambatan
Pinjol konvensional memberikan denda terhadap peminjam apabila terlambat, denda nantinya langsung menjadi pendapatan lembaga keuangan. Denda ini dapat memberatkan peminjam, terutama jika keterlambatan pembayaran berlangsung lama.
Sementara itu dalam pinjol syariah, denda keterlambatan tetap diberlakukan, tetapi dana dari denda tersebut tidak menjadi keuntungan lembaga keuangan, melainkan disalurkan untuk kegiatan sosial seperti donasi atau sedekah. Hal ini sejalan dengan prinsip syariah yang menekankan kemaslahatan bersama dan tanggung jawab sosial.
5. Besaran Angsuran
Pinjol konvensional sering kali menggunakan sistem bunga mengambang yang memungkinkan perubahan besaran cicilan tiap bulannya sesuai dengan fluktuasi suku bunga pasar. Hal ini dapat menciptakan ketidakpastian bagi peminjam dalam mengelola keuangan mereka.
Sebaliknya, pinjol syariah menerapkan sistem angsuran tetap karena sejak awal sudah disepakati jumlah pembayaran yang harus dilunasi. Dengan demikian, peminjam dapat lebih mudah merencanakan anggaran mereka tanpa khawatir adanya perubahan mendadak dalam cicilan.
Pinjol konvensional pada dasarnya berorientasi komersial, dengan tujuan utama memaksimalkan keuntungan lembaga keuangan. Pinjol syariah juga berorientasi pada keuntungan, tetapi juga memiliki tujuan sosial. Lembaga keuangan syariah berupaya menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat melalui pembiayaan yang adil, transparan, dan inklusif.
Pinjol syariah dan konvensional menawarkan solusi pembiayaan dengan pendekatan yang berbeda. Pinjol syariah berlandaskan pada prinsip Islam yang menjunjung tinggi keadilan, transparansi, dan kemaslahatan bersama, sementara pinjol konvensional lebih fokus pada efisiensi dan profit. Dengan memahami perbedaan ini, masyarakat dapat membuat keputusan yang tepat sesuai dengan kebutuhan finansial dan nilai-nilai yang diyakini.
(Feby Novalius)