JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan kenaikan PPN menjadi 12% sudah sesuai dengan amanah undang–undang.
“Pemerintah hanya mengikuti amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 12% berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025,” ujar Menko Perekonomian Airlangga, Kamis (19/12/2024).
Menurutnya, untuk mengantisipasi kenaikan tarif PPN, pemerintah telah mengeluarkan sederet paket insentif untuk tahun depan sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga.
Dua di antaranya berupa bantuan pangan dan diskon tarif listrik sebesar 50% selama Januari-Februari 2025. Bantuan pangan diberikan untuk 16 juta keluarga, di mana masing-masing keluarga mendapatkan beras 10 kilogram per bulan.Anggaran yang dibutuhkan untuk insentif ini sekitar Rp4,6 triliun.
Selain itu, pemerintah akan menanggung kebutuhan bahan pangan lain yang terkena Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12%, yaitu sebesar 1% untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan menanggung kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1% untuk tiga komoditas saat PPN 12% diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Ketiga komoditas itu yakni tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.
Di sisi lain, keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan diikuti dengan sosialisasi dan penjelasan lebih banyak kepada masyarakat.Hal tersebut diperlukan sebagai penegasan bahwa pemerintah tidak sembarangan dalam menyusun dan menerapkan kebijakan terkait perpajakan, pungkas Menkeu Sri Mulyani.
Kebijakan mengenai perpajakan termasuk PPN ini, bukan berarti membabi buta dan seolah tidak punya perhatian terhadap beberapa sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan bahkan makanan pokok, jelasnya.
Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti. Paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak, tutupnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)