JAKARTA - Perburuan koin Jagat akhirnya dihentikan karena sempat meresahkan masyarakat hingga merusak fasilitas umum. Permainan berburu harta karun ini berganti konsep menjadi "Misi Jagat" setelah menyebabkan sejumlah fasilitas umum di beberapa kota rusak.
Salah satu pendiri Jagat, Barry Beagen, telah meminta maaf atas dampak yang ditimbulkan oleh permainan berburu koin setelah memenuhi panggilan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Barry mengatakan pihaknya juga sepakat untuk mengubah fitur perburuan koin menjadi 'Misi Jagat', yang dia sebut mendorong pengguna berkontribusi positif terhadap ruang publik dan fasilitas umum.
"Melalui Misi Jagat, kami akan mendorong para pengguna untuk melakukan perbaikan ruang publik terlebih dahulu dan selama periode ini tidak akan ada koin yang bisa diburu dalam aplikasi Jagat," ujarnya dilansir dari BBC Indonesia, Sabtu (18/1/2025).
Barry menambahkan bahwa Jagat akan membuat kanal resmi bagi pemerintah, pengelola, hingga masyarakat umum untuk memonitor dan melaporkan jika masih ada kerusakan pada fasilitas publik yang diakibatkan kegiatan 'Berburu Koin' di platform mereka.
Dia juga memastikan koin-koin yang berada di daerah rawan akan segera dihapus dari aplikasi.
Seorang sosiolog mengatakan banyaknya pengguna yang terpikat oleh iming-iming hadiah uang secara instan mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi masyarakat "sedang tidak baik-baik saja".
Sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono mengatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan permainan Koin Jagat begitu diminati.
Pertama, permainan itu menawarkan unsur petualangan yang mendorong penggunanya berinteraksi di dunia nyata.
Ini kemudian diamplifikasi lewat media sosial, sehingga banyak orang –terutama anak muda—tertarik dan tak mau ketinggalan tren.
"Ini menjadi menarik dan berbeda dengan tren sekarang yang lebih banyak membuat penggunanya berinteraksi dengan gadget," kata Drajat.
Namun faktor penarik utamanya, menurut Drajat, adalah iming-iming hadiah uang yang menjadi magnet kuat bagi masyarakat kelas bawah dan kelas menengah.
Permainan ini semacam menjual harapan terhadap para penggunanya untuk mendapatkan uang secara instan. Walaupun secara matematis, peluang untuk berhasilnya sangat kecil.
Dengan satu juta pengguna aktif dan 1.086 koin yang disebar, itu artinya peluang setiap pengguna memenangkan hadiah uang tak sampai 1%.
Drajat mengatakan bahwa pada akhirnya permainan ini serupa dengan lotre: bergantung pada keberuntungan pemainnya.
"Bedanya, ini tidak sekadar mengadu nasib, tapi juga dibalut dengan petualangan," kata dia.
Menurutnya, harapan itu muncul karena dorongan untuk naik kelas atau bahkan sekadar bertahan.
"Masyarakat kelas bawah dan menengah ini dinamis. Bebannya berat untuk ditanggung. Mau mencari pekerjaan, buat usaha, sekarang sedang sulit kan, sehingga begitu ada peluang mengakses itu [uang secara instan], orang berbondong-bondong mencarinya," kata dia.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)