Dalam kasus korupsi Pertamina, Kerry diduga berperan sebagai broker impor minyak mentah melalui PT Navigator Khatulistiwa. Ia memperoleh keuntungan dari mark up kontrak shipping yang dilakukan bersama Direktur PT Pertamina International Shipping.
Keuntungan besar yang didapat dari praktik ini menyebabkan negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah. Negara harus membayar biaya tambahan sebesar 13-15% dari harga asli pengadaan minyak.
Kasus ini bukan pertama kalinya nama Kerry terseret dalam skandal besar. Pada 2020, PT GAP Capital, tempat ia menanamkan saham, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Sementara itu, pada 2015, PT Orbit Terminal Merak yang dipimpinnya juga dikaitkan dengan dugaan intervensi politik terkait penyimpanan BBM untuk Pertamina.
Dengan statusnya sebagai tersangka, Kerry Adrianto kini menghadapi ancaman hukum yang serius. Kasus ini menambah daftar panjang skandal di sektor energi Indonesia yang melibatkan pengusaha dan pejabat tinggi.
(Taufik Fajar)