Kiki menyebut pihaknya menemukan sejumlah fakta bahwa beberapa influencer berpura-pura sebagai pengguna produk, padahal mereka sebenarnya mendapat komisi dari pihak tertentu.
“Jadi seolah dia (influencer) independen mengatakan bahwa saya menggunakan produk ini, saya udah untung, ayo masyarakat ini bagus dan lain-lain. Tapi ternyata sebenarnya ini orang dibayar, atau punya kepentingan oleh perusahaan untuk kemudian memasakkan produk ini dengan kata-kata yang bombastis dan lain-lain,” jelasnya.
Sebagai jalan tengah, OJK mempertimbangkan sejumlah skema pengaturan terhadap legalitas influencer keuangan.
Dua skema yang saat ini menjadi konsen OJK antara lain sertifikasi bagi finfluencer, sebagai legitimasi atas kompetensi dalam mempromosikan produk keuangan. Kemudian juga inisiatif regulator untuk membekukan (freeze) kanal influencer.
“Sekarang saat ini kita sedang menggodok itu, hopefully semester 2 tahun ini akan selesai,” tegasnya.
(Taufik Fajar)