3. Pangkas Biaya Berbisnis
Pertengahan 2024 lalu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merilis hasil riset yang menyebutkan cost of doing business atau biaya yang dikeluarkan untuk berbisnis pengusaha di Indonesia paling tinggi dibandingkan empat negara tetangga lainnya yaitu Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Menjadikan Indonesia negara yang tidak kompetitif dari kaca mata pelaku industri.
Menurut Apindo biaya tinggi yang dikeluarkan pengusaha di antaranya untuk membayar logistik, serta bunga pinjaman bank. Biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 13% serta tertinggal jauh dari Singapura yang hanya 8%. Kemudian suku bunga kredit di Indonesia berkisar antara 8-14%, lebih tinggi dari empat negara lainnya yang hanya 4-6%.
“Jangan semua itu dibebankan ke pengusaha. Pemerintah harusnya bantu pengusaha di situ. Biaya logistik turunin dong, bayar bunga bank jangan ketinggian dong. Dia pinjam duit untuk modal harus bayar bunga 14-15%,” keluh Jumhur.
Bunga tinggi yang diminta perbankan sebagai syarat pemberian kredit menurut mantan Kepala BNP2TKI adalah salah satu contoh hal tidak produktif yang merugikan Indonesia.
“Negara tetangga bisa cuma 6-7%, lalu kenapa bunga bank di Indonesia harus sampai 13-15% untuk UMKM dan lain-lain. Jadi keuntungan sebagian besar diambil untuk hal-hal yang nggak produktif. Tapi kalau itu dikembalikan ke perusahaan, dikembalikan ke buruh, itu menjadi daya beli dan jadi penghidupan lagi bagi yang lain,” katanya.
KSPSI menurutnya sangat percaya pemerintah bisa merealisasikan misi mensejahterakan rakyat. Terlebih, Presiden Prabowo Subianto sangat mengedepankan dialog dengan semua elemen rakyat untuk membangun Indonesia.
4. Tingkatkan Daya Beli
Jumhur berpendapat rendahnya daya beli masyarakat Indonesia saat ini adalah imbas dari kebijakan-kebijakan sebelumnya yang harus diurai satu per satu. “Carry over yang paling parah dan mengerikan dari kebijakan masa lalu adalah daya beli masyarakat yang terpukul habis. Bayangkan di 2014 itu saldo harian rata-rata rakyat di perbankan masih Rp 3,8 juta. Sekarang tinggal Rp1,3 juta, artinya daya beli anjlok. Kalau orang nggak punya duit, industri juga pasti terpukul,” kata Jumhur.
Untuk bisa mengembalikan daya beli masyarakat, Jumhur kembali mendesak pemerintah untuk bisa mempermudah investasi yang masuk. Sekaligus menekan biaya berbisnis yang harus dikeluarkan pengusaha. Harapannya dengan semakin banyak pembukaan lapangan kerja, maka uang yang dibelanjakan para buruh bisa kembali menggerakkan roda perekonomian.
“Pemerintah sebagai pembuat kebijakan saat ini sangat terbuka untuk mendapat masukan orang-orang yang berkecimpung langsung di bidang-bidangnya. Anggaplah selama 6 bulan sampai 1 tahun ke depan ini adalah fenomena kesementaraan. Semoga dengan berdialog dan membuat kebijakan yang tepat bisa menghasilkan hasil yang baik bagi rakyat,” pungkasnya.
(Dani Jumadil Akhir)