JAKARTA - Driver ojek online (ojol) yang tergabung dalam komunitas pengemudi online menolak rencana rencana merger antara Grab dengan GoTo.
Mereka ramai-ramai meminta Presiden Prabowo Subianto turun tangan menolak merger antara Grab dengan GoTo. Merger dinilai sangat membahayakan kehidupan pengemudi online sehari-hari.
“Sebagai pekerja sektor informal yang bergantung pada ekosistem digital ini, kami melihat potensi merger ini sangat membahayakan kehidupan sehari-hari kami. Harga jadi naik, pendapatan turun. Tarif potongan semakin besar, insentif makin langka dan kami yang merugi,” kata Ketua Pangkalan Mitra Gacor Gandy Setiawan dalam surat terbukanya bagi Presiden RI Prabowo Subianto seperti dikutip dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (11/5/2025).
Penolakan juga disuarakan komunitas pengemudi ojol Dobrak. Menurut mereka merger Grab-GoTo bukan hanya persoalan bisnis atau korporasi, melainkan bentuk baru penjajahan.
“Dalam hal wacana merger GoTo oleh Grab, perusahaan teknologi berbasis di luar negeri khususnya Singapura, merger ini bukan hanya persoalan bisnis atau korporasi, melainkan ancaman kedaulatan ekonomi digital nasional, atau bentuk baru penjajahan oleh pelaku kapitalisme global ke dalam ekonomi rakyat yang berimbas langsung kepada kami,” tegas perwakilan pengemudi ojol Dobrak
Menurut Eeng, merger ini ada indikasi langkah sistemik dalam hal penguasaan bisnis digital oleh kapital asing, bukan dengan senjata melainkan dengan modal, algoritma dan dominasi platform.
“Pemerintah harus hadir dan mengambil sikap menolak merger menutup celah yang bisa digunakan untuk tumbuh dan berkembang lalu menguasai seluruh objek vital tulang punggung ekonomi digital nasional,” lanjutnya.
Rumor mengenai rencana Grab mengakuisisi GoTo makin menguat. Laporan Reuters menyebutkan bahwa kesepakatan dikabarkan akan rampung di kuartal II tahun ini.
Grab bahkan disebut tengah mencari pinjaman dana sebesar Rp33 triliun untuk mewujudkan rencana tersebut.
(Taufik Fajar)