JAKARTA - Bisnis perhotelan Indonesia mendapat tekanan berat di kuartal I-2025. Data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta menunjukkan sekitar 70% pengusaha hotel bersiap melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jika situasi tidak segera membaik.
Ketua Umum (Ketum) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, mengakui kondisi perhotelan saat ini. Menurutnya, ancaman PHK massal di sektor perhotelan tidak lepas dari kebijakan efisiensi dan Kadin terus berupaya mencarikan solusi.
"Saya bicara dengan Dewan Usaha Kadin, dari Pak Chairul Tanjung, Pak Sofyan Wanandi, dan masih banyak lagi, mereka mengatakan memang sektor pariwisata dan sektor perhotelan serta properti itu banyak terdampak," kata Anindya saat ditemui dalam sebuah acara yang berlangsung di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (28/5/2025).
"Dan ini memang kita tahu karena adanya efisiensi. Tapi efisiensi itu kan tentunya tidak tanpa sebab, itu disebabkan supaya government atau pemerintah itu tentu mengalokasikan dana yang dianggap lebih produktif. Nah, tentu kita dari Kadin akan mengevaluasi ini dan mencoba memikirkan apa nih solusinya," tambahnya.
Anindya menegaskan Kadin tidak akan tinggal diam dalam menyikapi ancaman PHK massal ini. Ia memastikan bahwa pihaknya tengah melakukan evaluasi mendalam dan akan berupaya penuh dalam merumuskan solusi atas permasalahan tersebut.
"Karena masalahnya semua sudah tahu kan bahwa ada perlambatan (ekonomi). Oleh karenanya, terjadi banyak penghematan di sana-sini termasuk juga dalam hal pengurangan tenaga kerja. Jadi di Kadin kami sedang memformulasikan, apa nih kira-kira resepnya. Karena memang efisiensi ini kan sudah ditetapkan oleh pemimpin untuk dilaksanakan," ucap Anindya.
Berdasarkan data PHRI DKI Jakarta, sebanyak 96,7% hotel anggota PHRI melaporkan penurunan tingkat hunian. Beberapa hotel bahkan mencatatkan tingkat okupansi sekitar 40%.
Menurut Ketua PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, situasi ini bukan penurunan biasa, melainkan sebuah krisis yang membuat banyak pengusaha hotel dan restoran mempertimbangkan untuk melakukan efisiensi.
"Hampir 100% hotel di Jakarta mengalami penurunan okupansi. Ini bukan fenomena biasa, ini krisis. Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan, mereka akan terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan,” kata Sutrisno.
(Feby Novalius)