Dirjen Bea Cukai Bakal Moratorium Kenaikan Cukai Rokok 3 Tahun?

Dani Jumadil Akhir, Jurnalis
Rabu 11 Juni 2025 19:38 WIB
Dirjen Bea Cukai Bakal Moratorium Kenaikan Cukai Rokok 3 Tahun? (Foto: Freepik)
Share :

JAKARTA - Ada usulan moratorium kenaikan cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) selama tiga tahun ke depan. Usulan ini diharapkan dapat diterapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budi Utama

Salah satu sektor yang menaruh ekspektasi besar terhadap kepemimpinan baru ini adalah industri hasil tembakau (IHT), yang pada tahun 2024 menyumbang Rp216,9 triliun melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT). 

Di tengah tekanan ekonomi dan penurunan daya beli masyarakat, pelaku industri dan petani tembakau mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan moratorium kenaikan tarif CHT selama tiga tahun ke depan.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) NTB Sahminudin mengatakan, para petani berharap besar pada kebijakan Dirjen Bea Cukai yang baru. Menurutnya, kenaikan tarif cukai rokok di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil dapat memicu efek domino yang merugikan, terutama bagi sektor padat karya seperti IHT.

"Penting sekali moratorium kenaikan CHT, karena untuk menstabilkan daya beli masyarakat itu," ucapnya di Jakarta, Rabu (11/6/2025).

Menurutnya, kebijakan tersebut dapat menunda potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan menjaga serapan hasil panen petani. Dia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap rokok ilegal yang memperparah kondisi petani. 

"Otomatis mengurangi kebutuhan tembakaunya, jadi nanti langsung petani terdampak juga itu. Apalagi sekarang ini kan pemerintah kita bilang belum mampu menjaga rokok ilegal,” tambahnya.

 

Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Elizabeth Kusrini memberikan pandangan yang lebih luas. Dia menilai bahwa kebijakan moratorium dapat memberikan ruang napas bagi ekosistem IHT, mulai dari petani, buruh pabrik, hingga pelaku UMKM distribusi. Stabilitas harga rokok dinilai mampu mempertahankan lapangan kerja.

“Ketika cukai dinaikkan secara agresif, industri cenderung mengurangi pembelian bahan baku untuk efisiensi, sehingga pendapatan petani rentan terdampak. Tanpa reformasi menyeluruh dalam tata niaga tembakau, buruh tetap rentan terhadap pemutusan kerja sebagai dampak tekanan efisiensi dari perusahaan,” jelasnya.

Dia juga mengingatkan bahwa ketidakpastian kebijakan cukai dari tahun ke tahun, seperti lonjakan 23% pada 2020, dapat memicu reaksi ekstrem dari industri, termasuk PHK dan relokasi produksi. 

“Risiko terbesar adalah pada sektor padat karya, yakni buruh Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan petani tembakau, yang posisinya rentan dan kurang terlindungi dari dinamika pasar. Jika pabrik gulung tikar atau menurunkan kapasitas produksi karena ketidakpastian tarif, kelompok ini yang pertama terdampak,” katanya.

Dengan latar belakang tersebut, moratorium kenaikan tarif CHT selama tiga tahun dinilai sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas industri, melindungi tenaga kerja, dan memastikan penerimaan negara tetap optimal tanpa mengorbankan kelompok rentan dalam rantai pasok tembakau.
 

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya