Menanggapi 2 strategi tersebut, Pengamat Properti sekaligus CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai kebijakan pemberian insentif hunian vertikal lebih cocok ketimbang mengecilkan ukuran rumah bagi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah).
Sebab menurutnya, pembangunan unit rumah yang diperkecil akan menimbulkan persoalan baru seperti masalah sosial, lingkungan, hingga isu kelayakan hunian pada akhirnya.
"Jika masalah keterbatasan lahan harusnya bisa dengan pembangunan rusunami atau rusunawa di perkotaan untuk kaum pekerja. Kalo landed (rumah tapak) di lokasi rumah subsidi malah jadi salah mindsetnya," kata Ali saat dihubungi MNC Portal, Senin (16/6/2025).
Lebih jauh, Ali menjelaskan memang membutuhkan usaha yang lebih untuk mendorong budaya bertempat tinggal masyarakat yang saat ini sudah lekat dengan rumah tapak. Namun, persoalan ini menurutnya bisa teratasi dengan penawaran harga rumah vertikal yang lebih kompetitif dari rumah tapak.
"Pastinya butuh sosialisasi. Tapi kalo ada rusun yang sesuai daya beli mereka di Rp350-500 jutaan harusnya mau. Tapi sebagian juga mungkin akan memilih rusun sewa kelas menengah dg harga sewa yang affordable," tutup Ali.
(Feby Novalius)