Program MBG dilandasi oleh fakta permasalahan gizi buruk dan prevalensi stunting yang masih tinggi di Indonesia, serta rendahnya rata-rata lama sekolah anak dan penurunan skor PISA. Hal ini mengindikasikan urgensi perbaikan SDM, khususnya dengan intervensi pada 70 persen penduduk yang tidak mampu mengakses makanan bergizi seimbang akibat kurangnya daya beli.
Meskipun memiliki potensi besar, implementasi MBG menghadapi tantangan kompleks. Josua mengidentifikasi beberapa di antaranya.
"Tantangan utama dalam implementasi MBG meliputi koordinasi lintas sektor yang kompleks antara berbagai kementerian seperti Kesehatan, Pendidikan, dan Perdagangan, serta pemerintah daerah," ungkap Josua.
Untuk menjamin kualitas makanan bergizi, diperlukan penetapan standar mutu yang ketat dan mekanisme pengawasan terpadu. Pemberdayaan UMKM lokal juga menghadapi kendala seperti keterbatasan kapasitas produksi, distribusi, dan akses pasar yang merata.
Mengenai keberlanjutan fiskal jangka panjang, khususnya dengan perluasan cakupan hingga seluruh jenjang pendidikan dan daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), Josua menyarankan pemerintah untuk melakukan pengelolaan anggaran yang berkelanjutan.
"Penyediaan anggaran tambahan seperti yang telah dialokasikan sebesar Rp100 triliun harus disertai dengan penyesuaian prioritas dan pemanfaatan multipihak agar tidak membebani APBN secara berlebihan," jelas Josua.