JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengirimkan surat ke Presiden Prabowo Subianto soal penetapan tarif untuk Indonesia 32%. Tarif tersebut akan berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri bidang Perindustrian Saleh Husin menyatakan kebijakan itu akan cukup berpengaruh terhadap daya saing produk ekspor Indonesia, mengingat AS adalah salah satu tujuan utama ekspor Indonesia.
Data BPS menunjukkan bahwa di 2024 nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai USD28,18 miliar, tumbuh sebesar 9,27% jika dibandingkan dengan ekspor di 2023.
Kontribusinya pun cukup signifikan, yaitu mencapai 9,65% dari total ekspor Indonesia ke dunia.
“Penurunan daya saing karena tambahan tarif dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap penurunan ekspor yang pada akhirnya akan berdampak kurang baik pada industri dalam negeri, khususnya yang berorientasi ekspor,” ujarnya dalam keterangan, Selasa (7/8/2025).
Dia menjelaskan tentu ada dampaknya, khususnya terhadap industri yang selama ini menjadikan AS menjadi tujuan ekspor utama. Tambahan tarif menyebabkan harga produk ekspor Indonesia menjadi relatif lebih mahal sehingga akan berdampak terhadap penurunan kinerja ekspor industri dalam negeri.
“Hal ini tentunya akan mengurangi laba yang diperoleh industri dalam negeri yang dalam jangka panjang bisa menyebabkan terjadinya PHK,” tuturnya.
Dia menuturkan tentunya beberapa produk utama ekspor Indonesia ke AS, seperti TPT, elektronik, alas kaki, dan perikanan.
Umumnya, industri yang bersifat padat karya sehingga akan berpotensi menimbulkan PHK jika kondisi ini terus berlangsung.
Kemudian pemerintah perlu memberikan insentif atau bantuan kepada industri dalam negeri yang terdampak untuk meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul.
Selain itu perlu menyusun strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS dengan melakukan diversifikasi pasar ekspor.
”Pemerintah perlu mulai melakukan penjajakan dengan pasar-pasar nontradisional, seperti negara-negara di kawasan Afrika, Eropa Timur, Timur Tengah, Amerika Selatan, dan Asia Selatan. Hal yang tidak kalah penting adalah dengan mengoptimalkan penyerapan produk di pasar dalam negeri, misalnya dengan kebijakan TKDN pada pengadaan pemerintah,” pungkasnya.
(Taufik Fajar)