Bagi Bahlil, energi bukan hanya persoalan kebutuhan, tapi juga bentuk pemerataan dan keadilan yang harus dilakukan dari Aceh sampai Papua. Untuk merealisasikan Program Lisdes ini memerlukan investasi sekitar Rp50 triliun.
"Upaya menyediakan akses desa belum berlistrik ini dapat menjadi peluang bagi investor untuk menanamkan investasinya bersama pemerintah untuk mewujudkan energi berkeadilan," ujarnya.
Ketiadaan akses listrik menjadi kenangan tersendiri bagi Bahlil. Tempat kelahirannya di Maluku Tengah saat itu belum tersedia akses listrik, penerangan hanya didapat melalui lampu pelita berbahan bakar minyak tanah.
"Ini program mengingatkan saya waktu dulu. Saya dulu ini kan adalah anak republik yang lahir tidak ada listrik. Saya lahir pakai lampu pelita, bukan di rumah sakit dan sekolah sampai SD itu tidak juga pakai listrik, penerangan didapat dari lampu pelita yang jika saya bangun pagi membuat kening saya hitam," kenangnya.
(Feby Novalius)