Lahan Terbatas, Tinggal di Jakarta Harus Mau di Rusun

Muhammad Refi Sandi, Jurnalis
Kamis 11 September 2025 19:41 WIB
Hunian vertikal merupakan solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan di Jakarta. (Foto: okezone.com/MPI)
Share :

JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) mengungkapkan bahwa hunian vertikal merupakan solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan di Jakarta sekaligus memenuhi kebutuhan rumah masyarakat.

Hal itu disampaikan Kepala Bidang Permukiman DPRKP DKI Jakarta, Retno Sulistyaningrum, dalam forum Balkoters Talk bertajuk Transformasi Vertikal di Tengah Tantangan Global yang digelar di Pressroom Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2025).

“Terkait dengan rusun atau hunian vertikal, rasanya memang sudah siap. Tinggal di Jakarta harus siap juga tinggal di rusun. Kenapa harus rusun? Kita sudah sama-sama tahu bahwa luas Jakarta itu kurang lebih sekitar 664 kilometer persegi, untuk peruntukan hunian sesuai dengan RDTR sekitar 40%. Jadi kalau dihitung itu sekitar 271 kilometer persegi,” kata Retno.

Retno menjelaskan, alasan perlunya hunian vertikal di Jakarta dapat dilihat dari jumlah penduduk sekitar 10,6 juta jiwa dan kepadatan 16.155 jiwa per kilometer persegi. Kebutuhan hunian di DKI Jakarta mencapai 288.393 unit. Hal ini menunjukkan kebutuhan banyak, tetapi lahan terbatas.

“Alasan kenapa harus hunian vertikal? Ketika lahan terbatas dan kebutuhan banyak, maka mengakibatkan harga jual semakin meningkat dan hunian semakin ke pinggir. Harapannya, kita semua bisa mengakses hunian-hunian yang ada di DKI Jakarta,” ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, lonjakan harga tanah dan hunian berimbas pada semakin banyaknya kawasan kumuh. Mengacu pada data tahun 2017, ada 445 RW kumuh, dan saat ini Pemprov Jakarta sedang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengevaluasi RW kumuh tersebut. Targetnya rampung pada Desember 2025.

Retno menekankan, arah kebijakan Pemprov sudah jelas tertuang dalam RPJMD 2026–2029, yaitu menyediakan perumahan publik yang terjangkau dan terhubung dengan pusat ekonomi serta transportasi.

“Oleh karena itu, ada kebijakan bahwa kami harus menyiapkan hunian terjangkau yang layak huni, kemudian juga harus terhubung dengan TOD. Program Pak Gubernur Pramono itu adalah mix-use development, inilah yang sekarang sedang kami godok,” jelasnya.

Sementara itu, dalam forum yang sama, Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Andira Reoputra, menegaskan fokus utama perusahaan diarahkan pada empat lini bisnis strategis, yakni hunian (housing), properti komersial, properti sewa (perkantoran, pusat perbelanjaan, dan hotel), serta infrastruktur.

“Jakarta saat ini sudah memenuhi berbagai persyaratan sebagai kota global. Infrastruktur transportasi, pusat bisnis, dan pariwisata tersedia lengkap. Tugas kami adalah memastikan penyediaan hunian dan kawasan komersial yang terpadu agar warga memiliki kualitas hidup yang lebih baik,” ujar Andira.

Andira melanjutkan, di sektor hunian terjangkau, Sarana Jaya sebagai BUMD DKI Jakarta bidang properti dan konstruksi telah menyelesaikan berbagai proyek strategis.

Di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, program Hunian Terjangkau Milik (HTM)—yang sebelumnya dikenal sebagai DP 0%—sudah mencapai 98% penyelesaian. Tercatat ada 740 unit komersial yang dijual dengan harga Rp500–600 juta per unit tipe dua kamar.

Kemudian di Cilangkap, Jakarta Timur, Sarana Jaya juga menyiapkan satu tower ready stock dengan sekitar 700 unit, ditambah pembangunan baru sebanyak 480 unit. Dengan begitu, tersedia lebih dari 1.100 unit hunian terjangkau yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Di sisi lain, Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Pramono Anung menargetkan penyediaan 19.800 unit hunian terjangkau, di mana sebagian besar kontribusinya datang dari Sarana Jaya.

 

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya