JAKARTA – Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China terancam terjadi lagi. Hal ini setelah Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan pengenaan tarif 100% terhadap barang-barang ekspor dari China ke AS.
Keputusan Trump ini dinilai dapat menghidupkan kembali perang dagang antara kedua negara tersebut. Apalagi, keduanya saling serang dengan beragam kebijakan dagang.
Bahkan, Trump menyatakan tidak akan melakukan pertemuan dengan Presiden China, Xi Jinping, di Korea Selatan. Padahal, rencana pertemuan ini sudah diumumkan dan dijadwalkan akan berlangsung tiga minggu dari sekarang.
Berikut fakta-fakta menarik terkait kebijakan dagang Trump terhadap China dan dampaknya pada pasar dunia, Minggu (12/10/2025):
Kebijakan perdagangan Trump merupakan reaksi AS terhadap Tiongkok yang secara dramatis memperluas kontrol ekspor terhadap logam tanah jarang. China mendominasi pasar komoditas tersebut, yang menjadi bagian penting bagi manufaktur teknologi.
"Itu mengejutkan tentang langkah-langkah Tiongkok, yang tidak secara khusus menargetkan Washington. Saya pikir itu sangat, sangat buruk," ujar Trump.
Hal ini dapat meningkatkan perang dagang yang dihentikan Washington dan Beijing pada awal tahun, setelah proses diplomasi.
Para ahli memprediksi pembatasan pengiriman perangkat lunak AS ke Tiongkok dapat menjadi pukulan telak bagi industri teknologi negara itu, termasuk komputasi awan dan kecerdasan buatan.
Bursa saham AS, Wall Street, anjlok pada penutupan perdagangan pekan ini. Pasar saham tertekan setelah Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif tambahan 100% untuk produk impor dari China.
Sikap Trump ini muncul setelah Beijing memperketat pembatasan logam tanah jarang. Dengan demikian, Trump pun memutuskan untuk mengontrol ekspor perangkat lunak ke China.
Keputusan Trump ini membuat saham-saham Big Tech anjlok. Nvidia, Tesla, Amazon, dan Advanced Micro Devices semuanya turun lebih dari 2%.
Langkah terbaru Trump terhadap Tiongkok mengejutkan pasar dan mengancam kerusakan lebih lanjut pada hubungan yang sudah tegang antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.
Tiga indeks saham utama AS pun mengalami penurunan tajam selama sesi perdagangan Jumat, sebelum saham memperpanjang kerugian setelah bel perdagangan.
S&P 500 dan Nasdaq mengalami penurunan persentase harian terbesar sejak 10 April. Secara mingguan, S&P 500 mencatat penurunan terbesar sejak Mei, sementara penurunan Nasdaq dari Jumat ke Jumat merupakan yang tertajam sejak April.
"Ekonomi terbesar kedua dan ekonomi terbesar pertama kembali berdebat, dan kita melihat mentalitas ‘jual dulu, tanya belakangan’ di akhir pekan," kata Kepala Strategi Pasar Carson Group, Ryan Detrick.
"Unggahan Presiden Trump benar-benar muncul tiba-tiba, yang membuka pintu bagi volatilitas ekstrem. Dan yang penting untuk diingat, kita sudah lama tidak mengalami tingkat volatilitas seperti ini," tambah Detrick.