Transformasi Pupuk Indonesia juga memberi dampak luas bagi perekonomian nasional. Industri pupuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, menggerakkan ekonomi daerah, serta menjadi bagian penting dari rantai pasok pangan.
Selain memenuhi kebutuhan domestik, Pupuk Indonesia juga memiliki daya saing global. Berdasarkan kinerja laba, Pupuk Indonesia tercatat sebagai produsen pupuk terbesar ke-5 di dunia, sebuah posisi strategis yang terus diperkuat melalui efisiensi dan perbaikan tata kelola.
Seiring itu, digitalisasi menjadi pilar utama transformasi. Melalui sistem i-Pubers, distribusi pupuk kini dapat dipantau secara real-time, lebih transparan, dan akuntabel. Digitalisasi ini meminimalkan potensi penyimpangan serta memastikan pupuk bersubsidi diterima oleh petani yang berhak, sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait subsidi dan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Tak hanya berfokus pada distribusi dan produktivitas, Pupuk Indonesia juga bergerak menuju green industry. Efisiensi energi, pemanfaatan energi terbarukan, serta pengembangan pupuk ramah lingkungan menjadi bagian dari transformasi jangka panjang. Langkah ini memastikan bahwa industri pupuk tidak hanya mendukung pertanian hari ini, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan untuk generasi mendatang.
Bagi Rahmad Pribadi, transformasi industri pupuk harus berjalan seiring dengan pemberdayaan petani. Melalui berbagai program pendampingan, Pupuk Indonesia hadir sebagai mitra strategis petani dalam mewujudkan pertanian yang lebih modern, produktif, dan sejahtera.
Pada akhirnya, pupuk adalah penghubung antara kebijakan, industri, dan kehidupan petani. Melalui transformasi menyeluruh mulai dari inovasi produk, digitalisasi, tata kelola modern, hingga orientasi keberlanjutan Pupuk Indonesia menegaskan perannya sebagai fondasi ketahanan pangan nasional. Karena ketahanan pangan bukan sekadar target, melainkan komitmen jangka panjang bagi masa depan Indonesia.
Ketahanan pangan tidak dibangun dari pidato panjang, melainkan dari keputusan yang bekerja hingga ke sawah. Tahun 2025, negara memilih jalan itu, menata ulang pupuk bersubsidi, menurunkan harga, dan menghadirkan teknologi agar kebijakan benar-benar sampai ke tangan petani.
Tahun 2025 menjadi penanda babak baru tata kelola pupuk bersubsidi nasional. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025 sebagai revisi Perpres Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Subsidi, pemerintah tidak hanya menata ulang mekanisme penyaluran, tetapi juga menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) hingga 20 persen, sebuah langkah berani yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Namun kebijakan tak akan berarti tanpa eksekusi. Di sinilah Pupuk Indonesia mengambil peran strategisnya, menjembatani aturan negara dengan realitas di lapangan.
“Digitalisasi memungkinkan kami melakukan perubahan tata kelola dengan cepat dan presisi, sehingga petani semakin mudah mengakses pupuk bersubsidi,” kata Direktur Manajemen Risiko Pupuk Indonesia Ninis Kesuma Adriani.
Sejak 1 Januari 2025, pupuk bersubsidi sudah dapat ditebus lebih awal. Sementara penurunan HET yang berlaku mulai 22 Oktober 2025 memberi ruang napas baru bagi petani, membuat biaya tanam tak lagi seberat musim-musim sebelumnya.