Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Merger TPIA-Chandra Asri Bisa Kena Chain Listing

Whisnu Bagus , Jurnalis-Rabu, 13 Oktober 2010 |18:24 WIB
Merger TPIA-Chandra Asri Bisa Kena <i>Chain Listing</i>
ilustrasi Foto: Corbis
A
A
A

JAKARTA - Merger (penggabungan usaha) dua produsen di sektor plastik, PT Tri Polyta Indonesia Tbk (TPIA) dan PT Chandra Asri (CA) yang merupakan anak usaha PT Barito Putra Tbk (BRPT) bisa terkena chain listing. Pasalnya, kontribusi pendapatan induk usaha sangat tergantung anak usahanya.

“Memang secara kontribusi dari revenue cukup signifikan yakni sekira 90 persen,” kata Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI) Eddy Sugito di Jakarta, Rabu (13/10/2010).

Usai merger, lanjut Eddy, pendapatan BRPT sebagai induk usaha akan tergantung dari anak usahanya, Chandra Asri. Sehingga, jika salah satu perusahaan tersebut dipisahkan, maka perusahaan yang satu tidak berjalan. Padahal, hal itu tidak diperkenankan karena akan merugikan investor publik. “Kita harapkan masuknya kontribusi yang besar anak usahanya kepada Barito harus diimbangi, atau mengurangi ketergantungan Barito pada Chandra Asri,” katanya.

Aturan chain listing berasal dari Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat. Pasal III.1.3.1 dalam aturan tersebut tertulis, calon perusahaan tercatat merupakan anak perusahaan atau induk perusahaan dari perusahaan tercatat, maka jika terjadi putus hubungan afiliasi antara calon perusahaan tercatat dengan perusahaan tercatat, masing-masing perusahaan mampu menjalankan kegiatan operasinya secara memadai berdasarkan penilaian pihak independen.

Langkah mengkaji chain listing ini untuk mempertimbangkan perlu tidaknya menghapus (delisting) salah satu emiten TPIA maupun BRPT. Sayangnya tidak dijelaskan secara rinci batas kontribusi pendapatan anak usaha ke induk usahanya. Namun secara implisit, aturan chain listing menyatakan, induk perusahaan yang tercatat di BEI dan memiliki anak usaha yang juga tercatat, tidak bisa mengontribusi lebih dari 50 persen satu sama lain.

Menurut Eddy, dalam penjelasan beberapa waktu lalu kepada otoritas, manajemen menyatakan akan mengkonsolidasikan pendapatan anak usahanya paska merger. “Kita sudah ketemu mereka, dan bursa ingin tahu depannya. Ini yang sedang kita pelajari,” kata Eddy

Berdasarkan catatan, kontribusi pendapatan dari bisnis petrokimia kedua perusahaan mencapai Rp14,27 triliun, atau 99 persen dari total pendapatan konsolidasi Barito sebesar Rp14,39 triliun pada tahun lalu.

Eddy juga meminta agar perseroan memperbesar porsi saham publik. Pasalnya, paska merger kepemilikan publik akan terdilusi menjadi lima persen. Jika tidak diperbesar, maka akan merugikan investor publik.

Dia juga menegaskan, meski merger bertujuan untuk meningkatkan kinerja perseroan, namun aksi korporasi tersebut jangan sampai merugikan kepentingan investor publik. “Kita harapkan ada refloat lagi ke pasar agar porsi publik lebih besar, karena buat apa kalau perusahaan besar tapi kepemilikan publik menjadi kecil,” katanya.

TPIA dan BRPT merupakan perusahaan terbuka yang saling terafiliasi. Saat ini BRPT menguasai sekitar atau sebanyak  567.403.650 saham (77,93 persen) di TPIA. Sisanya adalah Prajogo Pangestu 31.194.950 saham (4,38 persen), Ibrahim Risjad 13.681.750 saham (1,88 persen), Henry Halim 1.824.500 saham (0,25 persen) dan publik 113.357.250 saham (15,56 persen). Sementara kepemilikan CA dimiliki oleh BRPT sebanyak 70 persen dan sisanya Glazers & Putnam Inv Ltd 30 persen.

Paska merger TPIA dengan CA, total kepemilikan saham TPIA akan terdilusi sebanyak 76,24 persen. Rinciannya adalah, kepemilikan PT Barito Putra Tbk (BRPT) terdilusi sekitar 71,8 persen dari sebelumnya 77,93 persen, serta Prajogo Pangestu menjadi 1,88 persen dari sebelumnya 4,38 persen.  Adapun porsi saham publik berkurang menjadi lima persen dari sebelumnya 15,56 persen. Sementara porsi kepemilikan Glazers & Putnam Inv Ltd di CA juga terdilusi menjadi 22,87 persen dari sebelumnya 30 persen.

Penggabungan usaha ini dapat membentuk perusahaan petrokimia terintegrasi dan terbesar tidak hanya di Indonesia, namun di Asia Tenggara dengan aset USD1,6 miliar (Rp14,4 triliun). Perseroan berharap, merger ini akan efektif pada 1 Januari 2011 dengan nama PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.

Analis UOB Kay Hian Securitoes Gema Merdeka mengatakan, terlepas dari kepemilikan saham kedua perusahaan tersebut, langkah merger keduanya akan menekan biaya produksi sehingga mampu meningkatkan kinerja perseroan. “Tentunya ini positif,” katanya.(adn)

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement