"Latar belakang disampaikan rekomendasi ini karena harga BBM ini kerap menjadi kontroversi, baik masih disubsidi atau tidak ataupun besarannya. Ini untuk membuat formula sehingga semua orang bisa mengetahuinya," ujar ketua Tim Reformasi Faisal Basri dalam acara konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Minggu (21/12/2014).

Menurut Faisal, perhitungan untuk menentukan harga keekonomian dan harga eceran selama ini digunakan berdasarkan formula perhitungan dan data yang sudah kadaluwarsa. Oleh karena itu Tim Reformasi merekomendasikan perhitungan yang lebih sederhana.
Berikut enam poin rekomendasi Tim Reformasi:
1. Menghentikan impor RON 88 dan Gasoil 0,35 persen sulfur dan menggantikannya masing-masing dengan impor RON 92 dan Gasoil 0,25 persen sulfur.
2. Produksi minyak solar oleh kilang di dalam negeri ditingkatkan kualitasnya sehingga setara dengan gasoil 0,25 persen sulfur.
3. Mengalihkan produksi kilang domestik dari bensin RON 88 menjadi bensin RON 92.
4. Besaran subsidi bensin (RON 92) bersifat tetap, misalnya Rp500.
5. Memperhatikan kebutuhan minyak solar untuk transportasi publik dan angkutan barang untuk kepentingan umum, kebijakan subsidi untuk minyak solar dapat tetap menggunakan pola penetapan harga.
6. Pilihan kebijakan terkait dengan pengalihan produksi kilang domestik sehingga seluruhnya dapat memproduksi bensin RON 92
Dengan kebijakan tersebut maka formula perhitungan harga patokan menjadi lebih sederhana, yakni Harga MoPS mogas92 plus alpha untuk bensin dengan RON 92 dan Harga MoPS Gasoil 0,25 persen sulfur plus alpha untuk minyak solar.
Selain itu, benchmark yang digunakan dalam menghitung HIP menjadi lebih sesuai dengan dinamika pasar, dan dalam jangka pendek, impor Mogas 92 akan meningkat namun disertai penurunan impor RON 88. Dampak keseluruhannya, terutama dalam jangka panjang, diperkirakan bakal positif.
(Martin Bagya Kertiyasa)