“Saya pilih jasa Go-Jek karena dari Ciputat ke Jakarta Pusat hanya Rp10 ribu. Mana mau tukang ojek pangkalan. Pas driver datang, saya bingung, loh kok yang datang jaketnya hitam. Ternyata dibalik sama pengemudinya. Dia juga tidak memakai helm Go-Jek. Tetapi berlabel merek motor. Ternyata abangnya takut dipukulin. Kalau saya sebagai penumpang tetap dikasih helm Go-Jek, masker muka dan penutup kepala,” ujar dia.
Namun menurut pengemudi Go-Jek lainnya, Iwan, saat ini modus penolakan Go-Jek tidak lagi penganiyayaan. Tetapi dilempari batu. "Kalau dipukul kan ketahuan siapa yang mukul. Kalau lempar batu kan tidak ketahuan jadi enggak ada masalah sama Polisi," ujar Iwan.
Menyikapi fenomena ini, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian berpendapat, keributan antara Go-Jek dengan tukang ojek pangkalan seharusnya tidak perlu berlarut-larut. Pasalnya, ada perbedaan segmentasi antara keduanya. Go-Jek menyasar masyarakat menengah, sementara ojek pangkalan menyasar kelas bawah.
Tito pun menegaskan, akan melakukan penegakan hukum terkait penganiayaan yang terjadi antara Go-Jek dan tukang ojek pangkalan. "Prinsip kami penegakan hukum, jadi siapa yang melakukan penganiayaan pasti akan kita tangkap," kata Tito kepada awak media di Polda Metro Jaya.
Dia berencana untuk mengadakan pertemuan antara pengendara Go-Jek dan tukang ojek pangkalan, sehingga terjadi komunikasi antar kedunya dan mencegah polemik berkepanjangan. (rzk)
(Rani Hardjanti)