"Perlu adanya badan ini yang dibentuk seperti BPPN saat krisis 1997-1998. Badan Restrukturisasi Perbankan (BRP) dibentuk berdasarkan UU JPSK," ujar Deputi Gubernur BI, Hendar saat Rapat Kerja dengan Komite IV DPD tentang RUU JPSK di Gedung DPD RI Jakarta, Senin (28/9/2015).
Hendar mengungkapkan, nantinya BRP bakal bertugas menyelesaikan kesulitan yang dihadapi perbankan hingga berpotensi memperburuk perekonomian nasional. Sedangkan, BRP akan bertanggung jawab kepada KSSK.
"Nantinya, BRP bisa diaktifkan berdasarkan penetapan yang dilakukan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) atas pertimbangan kondisi tidak normal dan ada permasalahan perbankan yang membahayakan perekonomian," jelas Hendar.
Menurutnya, kini sistematika RUU JPSK menyatakan bahwa penetapan systemically important banks (Bank SIB) dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang berkoordinasi dengan BI ketika kondisi stabilitas sistem keuangan dalam keadaan normal.
"Penetapan sewaktu-waktu ini dilakukan dengan persetujuan KSSK. Bank SIB harus menerapkan recovery plan yang disetujui OJK. Pengkinian Bank SIB dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu ," jelas dia.
Dia menilai, bank yang masuk daftar Bank SIB harus melaksanakan kewajiban sebagai Bank SIB, agar dapat dinyatakan eligible terhadap upaya penanganan oleh otoritas terkait.
"SIB yang ditetapkan sewaktu-waktu harus telah melewati suatu periode tertentu atau lock-up period, misalnya minimal satu tahun. Agar bisa mengurangi moral hazard, " pungkasnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)