”Kita harus belajar dari Yunani dan Puerto Rico yang karena salah kelola atau missmanagement mereka default,” ucap dia. Enny melanjutkan, tolok ukur amannya utang sebuah negara tak hanya dilihat dari rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Dia mencontohkan, Amerika Serikat (AS) dan Jepang yang memiliki rasio utang terhadap PDB lebih dari 100 persen tetapi masih aman. ”Jadi, acuannya bukan rasio utang kita yang masih rendah tapi pengelolaannya, produktif atau tidak,” kata Enny.
Pelaksana Tugas Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, keputusan pemerintah menarik utang didasarkan pada kepentingan negara yang memprioritaskan pembangunan berbagai proyek infrastruktur. ”Jadi, enggak hilang sebagai subsidi. Kami ambil utang untuk belanja modal yang membesar. Itu bagus. Ini menjadi prioritas kami,” terangnya.
Di tengah situasi ekonomi yang melambat, Suahasil menyebut, optimalisasi belanja pemerintah penting dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kendati demikian, pemerintah juga terus menjaga rasio utang terhadap PDB di batas yang aman. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menambahkan, membengkaknya defisit keseimbangan primer masih dalam batas wajar. Terlebih lagi, defisit tersebut digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang produktif.
”Selain itu, defisit anggaran masih terkendali di bawah 3 persen sesuai amanat UU. Defisit juga dalam batas yang aman bila dibandingkan banyak negara lain yang di atas 5 persen,” katanya.
(Fakhri Rezy)