NEW YORK - Gelembung properti (bubble property) yang diam-diam terjadi di Jepang diperkirakan akan segera berakhir. Adapun pertimbangannya lantaran faktor transaksi properti Jepang telah turun, sewa-sewa meredup dan ekspektasi inflasi telah berkurang. Sehingga, hal-hal ini juga yang mendorong semakin banyak analis dan ekonom untuk mengubah prediksi harga properti menjadi turun.
Yoji Otani dari Deutsche Bank AG mengungkapkan, prediksi penurunan harga properti tersebut dimanfaatkan dari pelonggaran moneter sejak Perdana Menteri Shinzo Abe berkuasa pada 2012 dan siap untuk jatuh sebagai wujud dari kebijakan pemerintah yang goyah.
Investor yang turun (bearish) pada pasar properti Jepang sekarang malah lebih banyak dibandingkan investor bullish (naik) untuk pertama kalinya sejak 2008, demikian menurut survei NLI Research Institute yang berbasis di Tokyo, mempublikasikan laporannya pada pekan ini.
"Ini akan menjadi tahun ketika gelembung properti tenang, runtuh," kata Yoji Otani dilansir dari Bloomberg, Senin (1/2/2016).
"Tahun 2016 dan 2017 cenderung tahun berat bagi pasar properti." tambah dia.
Dia mengemukakan, prospek inflasi untuk Jepang telah memburuk karena harga konsumen telah mengalami stagnan selama setahun terakhir hingga mendekati nol dan pemulihan ekonomi global enam tahun belakangan menunjukkan tanda-tanda melambat.
Selain itu, investor real estat menjadi lebih skeptis terhadap keuntungan dalam properti Jepang setelah penurunan saham dan harga komoditas dunia yang telah memicu kerugian bagi para penguasa kaya yang merupakan investor terbesar di properti. Sehingga hal ini juga membuat pembeli menjadi lebih enggan berisiko.
(Rizkie Fauzian)