JAKARTA - Total nilai industri modal ventura dinilai masih kecil sehingga membutuhkan insentif pajak lebih banyak dari pemerintah.
Modal ventura dinilai berpotensi menjadi pendonor utama kemunculan perusahaan rintisan (start-up) lokal baru yang selama ini mengalami kendala dalam mengakses pembiayaan, terutama dari perbankan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total nilai aset modal ventura hanya Rp8,99 triliun pada 2015. Jumlah tersebut hanya 2,4 persen dari total pembiayaan yang mencapai Rp420,44 triliun.
Deputi Dewan Komisioner OJK Dumoly Pardede mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk merevitalisasi ventura. Sejauh ini OJK telah merilis empat peraturan OJK (POJK) bernomor 34, 35, 36, dan 37 tahun lalu yang lebih banyak membahas ihwal teknis penyelenggaraan modal ventura. ”Jadi sekarang perlu insentif perpajakan. Kalau tidak dikasih insentif, saya bisa pastikan hanya Rp5 miliar per tahun pajak yang kita dapat. Mentok-mentok Rp10 miliar per tahun,” kata Dumoly di Jakarta kemarin.
Dia pun meminta kepada Kementerian Keuangan untuk memperlonggar aturan pajak agar aset modal ventura bisa lebih berkembang. Dia juga menilai otoritas fiskal harus melihat prospek modal ventura dalam jangka panjang. ”Saat ini kita sedang memperebutkan fund-fund global dan ada fund asal Indonesia juga di situ,” sambungnya.
Dumoly menuturkan, insentif perpajakan yang diusulkan OJK antara lain pajak penghasilan (PPh) dana ventura perlu diberlakukan seperti PPh kontrak investasi kolektif (KIK) yang menggunakan skema PPh Final. Dana ventura (venture fund) perlu dikembangkan sebagai bantalan bagi modal ventura.
Namun, Direktur Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak (DJP) John Hutagaol mengatakan, ketentuan perpajakan bagi PMV sudah diatur dalam Pasal 4 ayat 3 UU PPh. Aturan itu menyatakan, PMV yang menyuntikkan dana ke perusahaan start-up tidak dikenai pajak.
(Rani Hardjanti)