Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Warga Enggan Gunakan Koin Rp100 dan Rp200, Siap-Siap Dipidana

Koran SINDO , Jurnalis-Kamis, 17 November 2016 |12:47 WIB
Warga Enggan Gunakan Koin Rp100 dan Rp200, Siap-Siap Dipidana
Ilustrasi : Okezone
A
A
A

SIBOLGA - Fenomena penolakan terhadap penggunaan uang receh logam pecahan Rp100 dan Rp200 sebagai alat transaksi di Sibolga dan Tapanuli Tengah (Tapteng) mendapat perhatian Bank Indonesia (BI) Cabang Sibolga.

Kepada masyarakat atau siapa pun yang menjadi korban supaya melaporkan kepada BI Sibolga ataupun langsung ke pihak kepolisian. Dia menjelaskan, orang atau dunia usaha yang melakukan penolakan bisa dikenakan ancaman pidana penjara satu tahun atau denda sebesar Rp200 juta sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 7/2011 tentang Mata Uang pada Pasal 23. “Bagi yang diketahui menolak atau tidak mau (enggan) menerimanya, ada sanksi hukumnya,” kata pegawai Unit Sistem Pembayaran (PUR) BI Sibolga Efendi dalam siaran pers.

Efendi yang didampingi Kepala Tim Sistem PUR BI Sibolga Shodiqin, Humas Unit Pengembangan Ekonomi Rendy Jenesa, dan anggota Unit PUR Rahmat Hutagalung menegaskan, uang pecahan Rp100 dan Rp200 masih dinyatakan tetap berlaku dan sah sebagai alat transaksi (pembayaran) di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena itu, tidak boleh ada satu pun anggota masyarakat atau pelaku usaha menolak atau enggan menerimanya.

“Seluruh uang rupiah cetakan BI yang masih beredar sampai saat ini, semua masih berlaku. BI sampai saat ini belum menerbitkan surat pencabutan (penarikan) ataupun pemberitahuan terhadap seluruh uang rupiah tersebut, khususnya uang receh logam Rp100 dan Rp200,” katanya. Kepala Tim Sistem PUR BI Sibolga, Shodiqin, berharap masyarakat atau pelaku usaha menyadari arti penting keberadaan uang pecahan kecil yang masih diedarkan BI.

Uang pecahan kecil berguna mengukur stabilitas moneter nasional dari sisi inflasi. “Kalau tidak ada uang pecahan kecil ini, bisa memicu (mendongkrak) inflasi. Inflasi akan membuat harga-harga menjadi naik dan nilai mata uang melemah. Pada akhirnya akan membuat dunia usaha repot. Karena itu, BI sampai sekarang masih menerbitkan dan mengedarkan uang pecahan kecil ini untuk mencegah inflasi tersebut,” katanya.

Karena itu, dia pun berharap kasus pedagang mi tektek di Sibolga yang menolak menerima uang pecahan Rp100 dan Rp200 dari seorang pelanggan belum lama ini tidak terulang lagi. Kejadian itu kiranya bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat lainnya. “Kalau tidak ada uang rupiah pecahan kecil, dampaknya itu sangat luar biasa. Stabilitas ekonomi terganggu, tekanan inflasi juga tidak terkendali, karena harga barang tidak bisa dikontrol.

Pedagang akan bebas memainkan harga seenaknya, tidak ada lagi barang yang dijual dengan harga murah. Semisal ada sebuah produk biasa dipasarkan seharga Rp1.750, karena tidak ada uang pecahan kecil, maka produk itu akan dijual seharga Rp2.000 dan seterusnya,” kata Shodiqin.

(Raisa Adila)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement