SEMARANG - Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) Jawa Tengah mencatat total nilai investasi penanaman modal asing selama 2016 mencapai USD1,03 miliar. Nilai penanaman modal tersebut berasal dari investor asal 47 negara.
“Jumlah investasi tersebar pada 1.060 proyek. Dari investasi tersebut, Korea Selatan mendominasi penanaman modal di Jateng,” kata Kepala BPMD Jateng Prasetyo Aribowo, kemarin.
Menurutnya, jumlah investasi Korsel di Jateng 223 proyek dan disusul Singapura 135 proyek. Tekstil paling mendominasi sektor penanaman modal asing sebanyak 149 proyek. Selain itu, bidang lain adalah perdagangan sekitar 138 proyek.
“Sedangkan penanaman modal dalam negeri mencapai Rp24 T triliun tersebar di 35 kabupaten/ kota,” kata Prasetyo.
Dari total investasi tersebut, lanjut dia, paling tinggi ada di Kabupaten Wonogiri. Daerah tersebut mencatatkan 301 proyek, disusul Kota Semarang 93 proyek, Kebumen 58 proyek, dan Karanganyar 47 proyek.
“Cilacap masuk daftar lima terbesar dengan jumlah 17 proyek. Namun, dari sisi investasi paling tinggi mencapai Rp12 triliun,” katanya.
Dia mengatakan, masih banyak potensi penanaman modal dalam negeri yang belum tercatat. Dicontohkan hotel, apartemen, restoran, rumah sakit, sekolah dan kafe. Investasi tersebut belum dilaporkan berdasarkan format dari badan koordinasi penanaman modal.
“Pengajuan izin usaha hanya dilaporkan di tingkat kabupaten/ kota. Ke depan, kami akan melengkapi data investasi sesuai format BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal),” ujarnya.
Dia menilai, pencatatan lebih lengkap sebenarnya potensi investasi di Jateng lebih besar dibandingkan yang tercatat selama ini. Bahkan, dia memprediksi angka investasi Jateng bisa dua kali melebihi dari total yang ada sekarang.
“Potensi Jateng tidak kalah dibandingkan Jabar dan Jatim. Angka investasi tidak jauh berbeda dengan ke dua propinsi tersebut, namun saat ini masih jauh berbeda,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah Margo Yuwono mengatakan, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang di Jateng memberi kontribusi positif terhadap pertumbuhan produksi nasional tahun 2016.
“Hal ini ditunjukkan dengan kenaikan pertumbuhan produksi nasional sebesar 4% terhadap tahun 2015,” katanya.
Dia mengatakan, andil terbesar pada kenaikan pertumbuhan produksi nasional ditunjukkan oleh kelompok industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional. Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang Indonesia tahun 2016 sedikit lebih besar bila dibandingkan tahun 2015 yang pertumbuhannya mencapai 4,57%.
(Dani Jumadil Akhir)