JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan tiga peraturan baru menindaklanjuti Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Salah satu aturan yang dikeluarkan adalah tentang bank perantara. POJK tentang bank perantara ini memuat aturan mengenai prosedur pendirian Bank Perantara, mulai dari pendirian, operasional dan pengakhiran bank perantara
Ketua Dewan Komisoner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, nantinya bank perantara hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh LPS. Dalam pendirian bank perantara tidak berlaku ketentuan yang mewajibkan perseroan terbatas didirikan oleh dua pihak atau lebih sebagaimana yang ada didalam UU mengenai perseroan terbatas.
"Bank Perantara juga tidak berlaku ketentuan mengenai batas maksimum kepemilikan saham bank," kata dia di Kantor OJK, Jakarta, Rabu (5/4/2017)
Muliaman menambahkan, POJK tentang bank perantara sangat diperlukan, bank perantara akan mengambil alih sebagian atau semua aset bank yang disehatkan.
"Karena itu bank dalam rangka program penyehatan, perlu ada aturan-aturan khusus bagaimana modalnya dan sebagainya,"ujarnya
Nantinya Keberadaan Bank perantara, membuka opsi sarana resolusi menerima aset dan kewajiban dari bank bermasalah. "Bank perantara juga betul-betul bisa digunakan sebagai sarana resolusi untuk menerima aset dan kewajiban yang mempunyai kualitas baik dari bank bermasalah," kata Muliaman.
Sekedar info, Sesuai UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), salah satu opsi resolusi dalam penanganan permasalahan solvabilitas bank oleh OJK adalah dengan cara mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan kewajiban bank kepada Bank Perantara. Oleh karena itu, OJK selaku institusi yang berwenang perlu mengatur mengenai pendirian bank perantara yang muatan pengaturannya mengacu pada UU PPKSK.
(kmj)
(Rani Hardjanti)