JAKARTA - Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-21 dalam Indeks Keberlanjutan Pangan atau Food Sustainability Indeks (FSI). Data ini dirilis oleh The Economist Intelligent Unit (EIU) dan Barilla Center for Food and Nutrition (BCFN) Foundation yang merupakan lembaga riset dan analisis ekonomi internasional.
Hal ini pun turut dibanggakan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman. Hanya saja, menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati capaian ini justru memprihatinkan karena negara yang disurvei hanya berjumlah 25 negara.
"Jadi G20 ditambah lima negara yang mewakili negara miskin, kaya, dan sedang. Mengapa 25 negara ini bisa diambil sampel? Karena ini sudah mewakili 2/3 pangan dunia, sehingga tidak ada masalah dengan rilis ini. Jadi yang salah itu yang menginterpretasikan, jadi ketika ada survei 25 negara. Kita tiba-tiba mengaku rating kita, sektor pertanian kita berada di 25 besar dunia. Itu yang salah," tuturnya di Kantor Indef, Jakarta Selatan, Senin (10/7/2017).
Secara keseluruhan (overall) Indonesia berada di peringkat 21 dari 25 negara yang di survei dengan skor 50,77. Posisi Indonesia hanya Iebih baik dari Uni Emirat Arab, Mesir, Arab Saudi, dan India.
Sementara itu, pada aspek pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), posisi Indonesia berada di ranking 16 (skor 53,87) dan aspek kehiIanga susut pangan dan limbah (food loss and waste) Indonesia berada peringkat 24 (skor 32,53), terbawah kedua hanya Iebih baik dari Arab Saudi.
Selain itu, pada aspek gizi (nutritional challenges), Indonesia masuk peringkat 18 (skor 56,79), Iebih baik dari Turki, Rusia, Mesir, Meksiko, Afrika Selatan, Nigeria, dan India.
Artinya, hasil survei tersebut justru memprihatinkan karena kinerja keseluruhan food sustainability berada pada ranking ke-21, kalah dengan Nigeria yg masuk ranking ke-19.
Sementara index Global Food Security Index (GFSI), mengukur ketahanan pangan yang didasarikan atas ketersediaan pangan (food availability), keterjangkauan pangan (food affordability), kualitas dan keamanan pangan (food quality and safety). GFSI mengambil sampel 113 negara dan FSI hanya 25 negara. Pada Juni 2016, peringkat GFSI Indonesia berada pada urutan ke-71 dari 133 negara dengan skor 2,7.
"GFSI dicampur aduk dengan FSI. Jadi tiba-tiba karena GFSI kemarin kita di Juni itu peringkat 71, begitu FSI mengeluarkan rating di 25, menterinya bilang kita melompat, dari ranking 71 ke 21. Itu dua hal yang berbeda," kata Enny.
Enny juga mengkritisi pernyataan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman terkait hasil kinerjanya. Menurutnya, pernyataan terkait hasil kinerja tersebut tidak sesuai dengan hasil riset Indef.
"Mentan selalu mengklaim bahwa hasil kerjanya sangat luar biasa karena memberikan kepuasan 76% terhadap petani. Itu selalu dikutip dari hasil risetnya Indef. Memang betul indef pernah melakuakan riset itu, survei terhadap kepuasan petani. Tetapi yang tidak pernah dijelaskan pak menteri adalah riset itu sampelnya adalah hanya petani yang menerima bantuan. Jadi artinya kalau kepuasannya 76% berarti ada sekira 24% yang tidak puas, padahal mendapatkan bantuan," tutupnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)