Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Catat! Pengembangan Sekuritisasi KPR Butuh Harmonisasi Aturan

Antara , Jurnalis-Kamis, 07 September 2017 |19:12 WIB
Catat! Pengembangan Sekuritisasi KPR Butuh Harmonisasi Aturan
Ilustrasi: (Foto: Antara)
A
A
A

NUSA DUA - Pengembangan sekuritisiasi aset Kredit Pemilikan Rumah di Indonesia masih memerlukan harmonisasi peraturan yang lebih memadai. Dengan begitu, sumber pendanaan perumahan bagi masyarakat dapat lebih beragam, tidak hanya mengandalkan sumber konvensional dari perbankan.

Dirut PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Ananta Wiyogo mengatakan pasar sekuritisasi aset sebagai pembiayaan sekunder di Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara Asia lainnya seperti Malaysia dan Jepang.

Padahal sekuritisasi KPR di gadang-gadang menjadi alternatif pendanaan bagi pembiayaan perumahan. Di Indonesia, masih terdapat kekurangan kebutuhan perumahan bagi masyarakat (backlog) sebesar 11,4 juta unit dan kebutuhan pendanaan yang terus meningkat setiap tahunnya.

Baca Juga: Wamenkeu: Bank Jangan Ragu Sekuritisasi KPR!

"Kita perlu melihat gambaran pembiayaan sekunder perumahan di Malaysia yang sudah lebih maju, begitu juga di Jepang," ujarnya dalam seminar "2017 ASEAN Fixed Income Summits" (AFIS) di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (7/9/2017).

Ananta mencontohkan perusahaan pembiayaan sekunder di Malaysia, Cagamas, terus berkembang karena di Negeri Jiran tersebut peraturannya sudah memadai. Misalnya, Cagamas dapat memperoleh dana dari penerbitan obligasi berdenominasi mata uang asing seperti dolar AS ataupun Yuan.

"Kenapa dia bisa? karena Cagamas punya peringkat obligasi yang sama dengan obligasi negaranya. Dengan begitu dia bisa dapet dolar AS, tapi bisa langsung dilindung nilai (hedging) jadinya lebih aman ke ringgit Malaysia," ujar dia.

SMF, kata Ananta, sedang mengupayakan kemudahan pendanaan itu juga dapat dilakukan di Indonesia.

"Indonesia belum bisa seperti itu. Kita lebih ingin seperti itu (ada lindung nilai), kami coba sedang mengkaji" ucapnya.

Baca Juga: OJK Cari Cara Dorong Pembiayaan Sekunder Perumahan

Selain itu, kata Ananta, sekuritisasi aset KPR di Indonesia belum begitu membumi. Dia membandingkan dengan Jepang, yang memiliki pasar sekuritisiasi lebih dewasa (mature).

Di Jepang, sekuritisasi KPR berjalan terus menerus karena pemahaman bahwa pendanaan KPR membutuhkan jangka waktu panjang yang sesuai dengan sekurtisasi aset di pasar modal.

Selain itu, kata Ananta "Jepang juga dapat memberikan fixed rate 1% untuk 35 tahun".

Dari sisi pasokan (supply), Ananta mengakui perbankan masih belum leluasa untuk melakukan sekuritisasi KPR. Penyebabnya, sekuritisasi KPR disyaratkan untuk aset KPR dengan kualitas bagus, sehingga perbankan bisa ragu-ragu untuk memindahkan aset piutang berkualitas bagus ke instrumen pembiayaan sekunder seperti Efek Beragunan Aset Surat Partisipasi (EBA SP).

"Jadi kalau sudah mentok saja Rasio Kredit terhadap Simpanannya saja baru dsekuritisasi. Itu memang jadi tantangan," ucapnya.

Baca Juga: Batas Gaji untuk Subsidi KPR Rumah Murah Bakal Naik Jadi Rp4,5 Juta

Saat membuka seminar tersebut, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo berjanji akan mengajak Otoritas Jasa Keuangan untuk menghimpun strategi agar bisa mendorong perbankan melakukan sekuritisasi, salah satunya dengan mempertimbangkan penerbitan peraturan untuk dorong sekuritisasi.

"Saya juga sebagai ex-officio OJK akan mendorong agar ada terobosan. Karena seperti diminta Presiden (Jokowi), pasar keuangan harus terus diperdalam," tuturnya.

Mardiasmo mengakui perbankan memang masih enggan melakukan sekuritisasi aset untuk KPR. Padahal, lanjut dia, dengan sekuritisasi, maka perbankan dapat memitigasi risiko ketidaksesuaian ketersediaan likuiditas.

Selain itu, kata dia, dengan alternatif pembiayaan dari pasar modal untuk KPR, maka perbankan juga dapat mengelola likuiditasnya agar disalurkan ke kredit lain.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement