JAKARTA - Pemerintah Indonesia dan Iran melakukan pembahasan terkait penurunan tarif dalam upaya memperluas akses pasar produk-produk potensial dalam negeri pada putaran keempat perundingan Preferential Trade Agreement (PTA).
Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini mengatakan bahwa salah satu agenda yang dibahas dalam perundingan tersebut adalah mengenai penurunan tarif ekspor Indonesia ke Iran, yang dinilai cukup tinggi.
"Perundingan tersebut merupakan langkah konkret Indonesia yang hasilnya dapat dirasakan oleh para pelaku usaha," kata Made dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (30/9/2017).
Baca juga: Kelola Blok di Iran, Pertamina Bersaing dengan Rusia dan Denmark
Made mengatakan, tingginya biaya ekspor ke Iran disebabkan oleh tingginya tarif yang diterapkan oleh negara tersebut, serta transaksi pembayaran yang harus melalui pihak ketiga. Dengan adanya penurunan tarif, maka biaya untuk ekspor ke Iran akan berkurang.
Perundingan yang berlangsung di Iran pada 28-30 September 2017 di Jakarta tersebut dipimpin oleh Made, sementara Delegasi Iran dipimpin oleh Deputy for Export Market Development, Iran Trade Promotion Organization, Ministry of Industry, Mines and Trade Mirhadi Seyedi.
Pada perundingan sebelumnya, kedua negara lebih fokus untuk menyamakan persepsi dan membahas draf teks PTA dengan hasil menyepakati beberapa pasal.
"Pada perundingan kali ini, pembahasan masuk pada isu yang paling substansial, yaitu pembahasan modalitas dan produk yang akan dimintakan penurunan tarifnya. Pembahasan juga tidak terlepas dari draf teks Rules of Origin," ujar Made.
Made menyampaikan, kedua negara sepakat untuk menyelesaikan perundingan secepat mungkin agar dapat segera diimplementasi. Diharapkan, pada pertengahan 2018 negosiasi telah mencapai titik kesepakatan.
Baca juga: Iran Jual Minyak 100 Ribu Barel per Hari ke Rusia
Saat ini, struktur tarif Iran mulai dari 5-55 %, dan lebih dari satu per tiga tarif yang dikenakan oleh Iran lebih besar dari 15 %.
Pada putaran ke-5 nanti, kedua ketua juru runding akan lebih fleksibel dan pragmatis dalam bernegosiasi dengan semangat menyelesaikan perundingan. Sehingga dapat menghasilkan dokumen yang berkualitas dan saling menguntungkan kedua negara.
"Iran merupakan mitra penting dan potensial bagi Indonesia dalam memperluas akses pasar di kawasan Timur Tengah," tambah Made.
Indonesia diharapkan, lanjut Made, tidak kalah dengan negara-negara mitra Indonesia yang saat ini sedang atau akan melakukan negosiasi dengan Iran. Beberapa kesepakatan tersebut adalah Free Trade Agreement (FTA) dengan Malaysia, PTA/FTA dengan Vietnam, FTA dengan Pakistan, dan Iran juga akan membentuk Free Trade Zone dengan Eurasian Economic Union (EAEU).
Neraca perdagangan Indonesia-Iran selama periode 2013-2016 selalu menunjukkan surplus bagi Indonesia. Data tahun 2016 menunjukkan nilai ekspor Indonesia ke Iran mencapai USD235,19 juta dan impor Indonesia dari Iran sebesar USD103,4 juta.
Baca juga: Iran Akan Mulai Ekspor Gas ke Irak
Sedangkan total perdagangan Indonesia-Iran periode Januari-Juli 2017 naik 201,82 % dibandingkan periode yang sama tahun 2016.
Ekspor Indonesia ke Iran pada periode tersebut tercatat sebesar USD175 juta, sementara impor Indonesia mencapai USD208,2 juta.
Komoditas ekspor utama Indonesia ke Iran adalah kertas dan produk kertas, serta minyak kelapa sawit. Sedangkan komoditas impor Indonesia dari Iran adalah minyak bumi, gipsum, produk dari besi atau baja, dan sulfur.
(Rizkie Fauzian)