Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Freeport Belum Kantongi Izin Gunakan Hutan, Pemerintah Kehilangan Potensi Pendapatan Rp19,43 Miliar

Ulfa Arieza , Jurnalis-Selasa, 03 Oktober 2017 |18:41 WIB
Freeport Belum Kantongi Izin Gunakan Hutan, Pemerintah Kehilangan Potensi Pendapatan Rp19,43 Miliar
Konferensi Pers BPK (Foto: Ulfa Arieza/Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Setelah puluhan tahun berdiri di Indonesia, PT Freeport Indonesia (PTFI) ternyata belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Bahkan, perusahaan afiliasi dari Freeport McMoran Copper&Gold Inc (FCX) tersebut belum belum mengajukan IPPKH kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Padahal dalam, Kepres no 41 tahun 2004 menetapkan 13 perusahaan tambang berada di hutan lindung dan wajib mengurus IPPKH .

 Baca juga: Temuan BPK: Freeport Langgar Larangan Ekspor pada 2014

Auditor Utama IV BPK Saiful Anwar Nasution mengatakan hal ini tentunya dapat merugikan negara, lantaran mengurangi potensi penerimaan Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP) dari penggunaan kawasan hutan oleh PTFI.

"Akibatnya pemerintah kehilangan potensi perolehan PNBP dari penggunaan kawasan hutan," ujarnya di Kantor BPK, Selasa (3/10/2017).

 Baca juga: Simak! BPK "Pelototi" Potensi Kerugian Negara Rp5,9 Triliun dari Freeport

Selain itu, BPK juga menilai Kementerian ESDM dan Kementrian LHK belum optimal dalam melakukan pengawasan dan pemantauan atas amblesan permukaan akibat aktifitas tambang bawah tanah PTFI.

Bahkan, Laporan Pelaksaanaan Rencana Kerja Tahunan Teknis dan Lingkungan ( RKTTL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan-Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) yang dilaporkan oleh PTFI kepada dua kementerian tersebut tidak melaporkan kondisi itu.

Baca juga:  Budi Gunadi Pimpin Inalum untuk Ambil Saham Freeport, Menko Darmin: Itu Bagian dari Proses

"BPK menilai kurangnya koordinasi antara Kementerian ESDM dan Kementerian LHK dalam pengawasan atas pengelolaan lingkungan kegiatan pertambangan Freeport," kata dia.

Masih soal pengelolaan lingkungan, Kementerian LHK telah menerbitkan ketentuan tentang persyaratan dan kewajiban PTFI dalam pengelolaan tailing, namun Anwar mengatakan ketentuan tersebut tidak memuat sanksi apabila terjadi pelanggaran. Sehingga menjadi celah bagi PTFI untuk melakukan pelanggaran.

 Baca juga: Soal 51% Saham Freeport, Kadin: Pemerintah Jangan Mau Ditekan!

"Implementasi pengelolaan limbah tailing oleh PTFI, masih belum sesuai dengan ketentuan tersebut, sehingga menimbulkan risiko kerusakan lingkungan," kata dia.

Di samping itu, BPK menemukan terdapat kelebihan pencairan jaminan reklamasi Freeport senilai USD1,43 juta atau setara dengan Rp 19,431 miliar yang seharusnya masih ditempatkan pada pemerintah Indonesia.

"Hasil reklamasi peta reklamasi melalui GIS terdapat beberapa blok reklamasi tahun 2005-2015 yang tumpang tindih dan diklaim berulang kali sehingga terdapat kelebihan pencairan jaminan reklamasi senilai USD 1,43 juta," imbuh dia.

Sekadar informasi BPK telah melakukan pemeriksaan atas KK PTFI tahun 2013 - 2015 . Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kepatuhan PTFI terhadap kewajiban perpajakan, PNBP (royalti dan iuran tetap) serta bea keluar ekspor, menilai kepatuhan terhadap peraturan yang terkait dengan lingkungan hidup, dan menguji apakah perpanjangan kontrak yang akan dilakukan PTFI dan divestasi saham PTFI telah berjalan sesuai dengan ketentuan perundangan.

(Fakhri Rezy)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement