JAKARTA - Pemerintah sudah membentuk holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang. Pembentukan holding BUMN tambang bertujuan meningkatkan daya saing global dan membeli 51% saham PT Freeport Indonesia.
Anggota Komisi VI DPR Nasril Bahar mengatakan, divestasi saham Freeport tidak sesederhana itu dan akhirnya gagal dilaksanakan di tahun 2017. Kompleksitas timbul atas kepemilikan dari Rio Tinto sampai 40%.
"Kenyataannya pada hari ini, akuisisi 40% hak dari Rio Tinto dapat dilakukan Inalum secara mandiri sendiri, tidak perlu dengan holding. Sekarang seolah mencari motivasi lain diarahkan pada hilirisasi industri tambang. Ini bukti bahwa perencanaan yang salah dan fatal," kata Nasril di Jakarta, Jumat (12/1/2018).
Baca juga: Dirut Pelindo II: Holding BUMN Maritim Selesai Tahun Ini
Di sisi lain, holding tambang juga digugat publik. Skema inbreng yang menjadikan PT Antam, PT Bukit Asam, dan PT Timah menjadi anak usaha membuat ketiga perusahaan BUMN di sektor strategis itu tak lagi menyandang status sebagai perusahaan negara.
"Ini melanggar konsep konstitusi dengan pengelolaan sektor strategis melalui anak usaha BUMN yang merupakan perseroan terbatas atau bukan BUMN yang terkekang oleh UU perseroan terbatas Nomor 40 tahun 2007 dan kebijakan holding-nya," jelas Nasril.
Dia menegaskan bahwa sektor strategis harus dikelola oleh pemerintah secara langsung dan tidak boleh dititipkan pada badan usaha lain, sekalipun induk perusahaannya berbentuk Persero. Kementerian BUMN beranggapan tidak ada yang salah dari langkah holding dengan skema inbreng saham pemerintah dari satu BUMN ke BUMN yang lain.