Share

Pengetatan Impor Tembakau Ancam Penerimaan Negara

Koran SINDO, Jurnalis · Selasa 30 Januari 2018 13:11 WIB
https: img.okezone.com content 2018 01 30 20 1852099 pengetatan-impor-tembakau-ancam-penerimaan-negara-Wv7W2ULcOh.jpg Ilustrasi: (Foto: Reuters)

JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84 Tahun 2017 (Permen dag 84 Tahun 2017) tentang Ketentuan Impor Tembakau ditinjau kembali.

Pasalnya, aturan tersebut berpotensi mengancam penerimaan negara. Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo mengatakan, pajak dari industri rokok merupakan salah satu sumber penerimaan negara terbesar. Dalam APBN 2018, pemerintah menargetkan penerimaan cukai rokok sebesar Rp148,23 triliun. Jumlah ini setara dengan 95,4% dari total target penerimaan cukai sebesar Rp155,40 triliun.

Baca Juga: Pemerintah Dinilai Belum Fokus dalam Pengendalian Tembakau, Hanya Mengacu ke Penerimaan

“Dengan pembatasan impor tembakau, industri rokok bisa hancur. Rokok itu sumber pemasukan terbesar ketiga bagi negara dan ini juga untuk anggaran pembangunan negara,” ujar Bambang kepada media di Jakarta, kemarin. Bambang mengatakan, dam pak dari pengetatan impor tembakau memang sangat besar. Aturan ini berpotensi menurunkan produksi industri hasil tembakau di dalam negeri, karena pembatasan justru dilakukan pada tiga jenis tembakau utama yang menjadi bahan baku rokok, yaitu Virginia, Burley, dan Oriental. Padahal, produksi tembakau Virginia dan Burley oleh petani lokal masih minim.

Baca Juga: Rapat di DPR soal RUU Pertembakauan, Ini Permintaan Pengusaha

Bahkan, tembakau Oriental sama sekali belum diproduksi di Indonesia. Oleh karenanya, menurut dia, kebijakan pengetatan impor harus berpatokan pada kondisi di lapangan. Saat ini Indonesia masih kekurangan tembakau 40% untuk kebutuhan nasional. “Pabrik rokok harus hidup terus karena itu pasokan tembakau mesti tercukupi. Sebagian besar kekurangan tembakau memang harus diisi dari impor,” kata dia. Pembatasan impor yang berimbas terhadap penurunan produksi tembakau di Indonesia akan berdampak pada nasib banyak pihak, di antara mereka yang paling terpukul adalah para petani tembakau, buruh linting, hingga pedagang.

“Dari 56 juta usaha mikro, kecil, dan menengah, sebanyak 20 persennya adalah penjual rokok. Kalau pasokan tembakau berkurang akan terjadi kekurangan pasokan dan kelebihan permintaan sehingga harga jual semakin tinggi,” kata politikus dari Fraksi Partai Gerindra itu.

Follow Berita Okezone di Google News

Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Permendag 84 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tembakau. Sejumlah pihak menilai aturan tersebut memiliki berbagai kelemahan. Salah satu paling fatal adalah pembatasan impor tembakau jenis Virginia, Burley, dan Oriental.

Kabar terakhir, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian meminta Kementerian Perdagangan menunda pelaksanaan Permendag 84 Tahun 2017 yang semestinya berlaku 8 Januari lalu. Namun, hingga kini belum jelas apakah pemerintah akan merevisi atau mencabut peraturan tersebut. Pada saat yang sama, DPR juga kembali memasukkan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018. Padahal pembahasan undang-undang tersebut sempat dihentikan.

Baca Juga: Pembatasan Impor Tembakau Bisa Dilakukan, Begini Syaratnya

Sebelumnya Ketua Umum Komunitas Kretek Adityo Purnomo menegaskan, ketersediaan tembakau Virginia di lapangan masih sedikit sehingga perlu dilakukan impor untuk menutupi defisit. Selama ini tembakau Virginia lebih banyak digunakan untuk jenis rokok mild. “Impor bisa di minimalisasikan, tetapi sebelum itu terjadi atau kebutuhan akan tembakau Virginia tercukupi, pembatasan impor belum bisa dilakukan,” kata Adityo.

(Rakhmat Baihaqi)

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini