JAKARTA - Tingginya permintaan terhadap berbagai produk olahan berbahan dasar kelapa sawit dari dalam maupun luar negeri harus dapat ditanggapi secara positif oleh seluruh pelaku usaha.
Hal ini terlihat dari permintaan ekspor kelapa sawit Indonesia sepanjang 2017 yang naik 23% di angka 31,07 juta ton dari tahun sebelumnya yang hanya sekitar 25,11 juta ton.
Head of Agronomy Department di Asian Agri R&D Centre Bahilang, Sumatra Utara, Abdul Aziz mengatakan, dengan lahan perkebunan kelapa sawit yang terbentang luas dan prinsip tidak memperluas lahan baru, para pelaku industri kelapa sawit nasional didorong untuk meningkatkan produktivitas perkebunan di lahan yang ada saat ini.
Hal ini didasari kenyataan bahwa luas lahan perkebunan sering kali berbanding terbalik dengan hasil produksi yang masih tergolong minim.
”Untuk mengoptimalkan produksi kelapa sawit, intensifikasi dapat menjadi jawaban atas permasalahan tersebut,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (24/2/2018).
Baca Juga: Pentingnya Sertifikasi Sawit Indonesia di Mata Dunia
Aziz menjelaskan beberapa hal penting dalam program intensifikasi yang dilakukan Asian Agri, termasuk pemilihan material tanaman unggul untuk kebun kelapa sawit, jenis dan aplikasi pemupukan yang efektif.
”Kualitas dan konsistensi pemupukan tanaman menjadi faktor yang sangat menentukan peningkatan produksi kelapa sawit karena proses pemupukan menyediakan unsur hara sebagai nutrisi yang dibutuhkan tanaman,” ujar Aziz.
Dia menjelaskan, nutrisi yang cukup akan mendorong pertumbuhan tanaman yang sehat dan tahan terhadap hama dan penyakit serta dapat memproduksi tandan buah segar (TBS) dengan kandungan minyak yang tinggi.