JAKARTA - Bank Indonesia (BI) yang bertugas menjaga stabilitas moneter Indonesia tidak tinggal diam ketika nilai tukar Rupiah terus tertekan. Bank sentral melakukan berbagai upaya intervensi.
Lalu apa saja yang dilakukan bank sentral ketika Rupiah terdepresiasi?
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Doddy Zulverdi menjelaskan, ketika kondisi mulai tidak stabil, di mana pelemahan Rupiah terjadi begitu cepat, maka bank sentral masuk ke pasar untuk menahan laju Dolar AS.
"BI ada di pasar, tentu tidak di setiap titik, tidak setiap saat kita masuk. Hanya di saat pelemahan cepat sekali, jangan sampai kecepatan pelemahan berlebihan," ujarnya di Bank Indonesia, Kamis (1/3/2018).
Bank sentral memiliki strategi tersendiri untuk menghadapi gejolak di pasar. "Ketika pagi ini menyentuh Rp13.800, sejak pasar valas di buka jam 08.00 pagi, kami sudah langsung siap, semua data yang muncul di pasar AS, sudah antisipasi kayaknya jam 08.00 ada tekanan besar, karena itu begitu market buka, kita sudah antisipasi," jelas dia.
Bahkan, lanjut Doddy, Bank Indonesia sudah mengantisipasi kondisi tersebut dari tahun lalu. Oleh karena itu, bank sentral tidak lagi menurunkan tingkat suku bunga sejak Agustus.
"Sesudah itu kita sudah memperkirakan karena AS akan menaikkan subung tahun ini, harga minyak naik, pengetatan kebijakan di banyak negara kita sudah antisipasi, jadi subung tidak lagi diturunkan," kata dia.
"Kebijakan makroprudensial juga BI tetap memanfaatkan ruangnya. Jadi dari sisi respon BI sudah sejak lama mempersiapkan diri menghadapi situasi ini. sejak September kita tidak lagi menurunkan subung, kebijakan moneter tidak diubah supaya menunjukkan bahwa BI sudah mengantisipasi," tandas dia.
(Fakhri Rezy)